Guys, setuju gak, kalau ngomongin skripsi, biasanya orang langsung kepikiran soal bab 1, metode penelitian, atau hasil analisis data. Padahal ada satu bagian yang sering dianggap “sepele” tapi sebenarnya krusial banget. Apa lagi kalau bukan DAFTAR PUSTAKA! Jangan salah, meskipun posisinya ada di belakang skripsi, daftar pustaka jadi salah satu tanda apakah tulisan kamu rapi, serius, dan bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, jangan sampai disepelekan ya.
Secara sederhana, daftar pustaka adalah kumpulan referensi yang dipakai dalam penulisan skripsi. Bisa berupa buku, jurnal, artikel online, skripsi orang lain, atau bahkan dokumen resmi kayak laporan pemerintah. Semua sumber yang kamu kutip di dalam skripsi wajib ditulis kembali di daftar pustaka. Tujuannya? Supaya pembaca atau dosen bisa melacak dari mana asal informasi yang kamu tulis, sekaligus menunjukkan kalau skripsi kamu memang berbasis referensi yang jelas.
Fungsi daftar pustaka nggak cuma buat formalitas akademik, lho. Ada beberapa hal penting yang bisa dilihat dari situ. Pertama, dosen bisa menilai seberapa luas wawasan dan bacaan kamu. Kedua, daftar pustaka bikin tulisan kamu lebih kredibel karena nggak asal ngomong. Ketiga, bisa jadi bahan bacaan tambahan buat orang lain yang pengen mendalami topik yang sama. Jadi, jangan dianggap sebagai beban tambahan. Anggap aja daftar pustaka itu sebagai “peta jalan” dari skripsi kamu.
Nah, soal format, daftar pustaka itu ternyata punya banyak “gaya”. Ada APA Style, MLA, Chicago Style, sampai Turabian. Di Indonesia, umumnya kampus sudah punya pedoman penulisan sendiri—biasanya mirip dengan APA atau gabungan beberapa gaya. Jadi, penting banget untuk baca pedoman penulisan skripsi dari kampus kamu sebelum bikin daftar pustaka. Jangan sampai sudah capek-capek nulis, eh ternyata salah gaya penulisan referensinya. Berikut 5 Hal yang Wajib Diperhatikan dalam Menyusun Daftar Pustaka Skripsi.
1. Konsistensi format penulisan
Hal paling penting adalah konsistensi. Kalau kamu pakai gaya penulisan tertentu, ya harus dipakai terus dari awal sampai akhir. Misalnya, kalau nama penulis ditulis “Nama Belakang, Nama Depan”, jangan di bagian lain malah ditulis kebalik. Dosen biasanya sangat sensitif dengan hal-hal kecil kayak gini, jadi jangan dianggap remeh.
Dalam konteks skripsi Teknik Sipil, daftar pustaka punya peran vital karena penelitian di bidang ini umumnya banyak mengacu pada standar, pedoman teknis, maupun hasil penelitian terdahulu yang berbasis data eksperimen. Misalnya, mahasiswa Teknik Sipil yang sedang meneliti kuat tekan beton pasti merujuk pada standar SNI (Standar Nasional Indonesia), buku teori material, hingga jurnal yang membahas variasi campuran beton. Nah, semua rujukan itu wajib dicatat di daftar pustaka secara konsisten, supaya pembaca bisa menelusuri kembali acuan teknis yang dipakai.
Sebagai contoh, kalau kamu mengutip buku Beton Bertulang karya Dipohusodo (1996) dan juga SNI 03-2834-2000 tentang Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, keduanya harus ditulis sesuai format daftar pustaka yang berlaku di kampus. Jadi penulisannya bukan asal tulis “SNI beton” begitu saja, tapi lengkap dengan tahun dan judul dokumen resminya. Dengan begitu, skripsi kamu bukan cuma terlihat rapi, tapi juga jelas dari mana dasar teorinya diambil.
2. Urutan penyusunan
Daftar pustaka biasanya disusun berdasarkan abjad dari nama penulis. Jadi, kalau ada buku karya “Ahmad” ya taruh duluan, baru kemudian “Budi”, “Candra”, dan seterusnya. Jangan disusun berdasarkan urutan kutipan di dalam teks, karena itu sering bikin bingung. Urutan yang rapi bikin daftar pustaka lebih mudah dibaca.
Dalam skripsi Teknik Sipil, pengurutan daftar pustaka secara alfabetis sangat penting karena biasanya referensi yang dipakai berasal dari berbagai sumber: mulai dari buku teori dasar, standar SNI, jurnal internasional, sampai laporan penelitian lokal. Kalau tidak diurutkan, pembaca bisa kesulitan mencari kembali referensi tertentu, apalagi ketika jumlah pustaka mencapai puluhan. Dengan urutan yang rapi, dosen atau pembaca bisa lebih cepat mengecek apakah kutipan yang kamu tulis di dalam bab tinjauan pustaka benar-benar ada di daftar pustaka.
Contohnya begini: misalkan kamu menggunakan referensi dari Dipohusodo (1996), Neville (2011), SNI 03-2847-2019, dan artikel jurnal oleh Wijaya (2020). Dalam daftar pustaka, susunannya harus: Dipohusodo, I. (1996)..., lalu Neville, A. M. (2011)..., kemudian SNI 03-2847-2019..., dan terakhir Wijaya, A. (2020).... Jadi bukan urut sesuai kapan kamu kutip di bab 2 atau bab 3, tapi sesuai abjad nama penulis atau judul dokumen resminya. Dengan cara ini, daftar pustaka skripsi Teknik Sipil kamu terlihat rapi, sistematis, dan profesional.
3. Kelengkapan informasi
Sumber referensi yang kamu tulis harus lengkap. Minimal ada nama penulis, tahun terbit, judul, penerbit, dan kota terbit kalau itu buku. Kalau jurnal, sertakan nama jurnal, volume, nomor, dan halaman. Kalau sumbernya online, sertakan juga link dan tanggal akses. Jangan sampai ada informasi yang hilang karena bisa dianggap kurang valid.
Dalam skripsi Teknik Sipil, kelengkapan informasi dalam daftar pustaka sangat penting karena referensi yang digunakan biasanya bersifat teknis dan spesifik. Misalnya, kalau kamu mengutip peraturan atau standar seperti SNI 1727:2020 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain, kamu harus menuliskan secara lengkap nomor SNI, judul, tahun terbit, dan lembaga penerbitnya (BSN). Kalau informasi ini setengah-setengah, bisa bikin pembaca ragu apakah standar yang kamu pakai benar-benar valid atau hanya versi draft.
Contoh lain, jika kamu mengutip buku Properties of Concrete karya Neville, jangan cuma tulis “Neville, 2011”. Tapi lengkap seperti: Neville, A. M. (2011). Properties of Concrete (5th ed.). Pearson Education Limited. Dengan menulis lengkap, dosen atau pembaca bisa langsung tahu edisi yang kamu pakai dan penerbitnya. Hal ini krusial karena edisi berbeda bisa punya data dan pendekatan yang juga berbeda. Jadi, kelengkapan informasi bukan sekadar formalitas, tapi juga menjaga akurasi penelitian Teknik Sipil kamu.
4. Hindari referensi abal-abal
Hati-hati memilih sumber! Jangan asal comot dari blog nggak jelas atau website yang kredibilitasnya meragukan. Usahakan pakai sumber akademik seperti buku terbitan resmi, jurnal terakreditasi, atau dokumen resmi. Kalau mau pakai sumber online, pastikan dari situs terpercaya. Ingat, daftar pustaka bukan cuma panjang-panjangan, tapi soal kualitas referensi juga.
Dalam skripsi Teknik Sipil, kualitas referensi jadi hal yang sangat krusial karena penelitian di bidang ini biasanya menyangkut data teknis yang harus akurat. Bayangin kalau kamu ngambil data campuran beton dari blog pribadi tanpa dasar penelitian, hasil perhitungan kuat tekan bisa melenceng jauh dari standar yang berlaku. Makanya, lebih aman kalau kamu pakai sumber dari buku teknik sipil terbitan resmi, jurnal ilmiah yang terakreditasi, atau dokumen standar nasional maupun internasional seperti SNI, ACI (American Concrete Institute), atau ASTM. Dengan begitu, hasil penelitianmu lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Contohnya, kalau kamu sedang meneliti tentang perkerasan jalan, jangan ambil data “komposisi aspal” dari website toko material yang jelas hanya untuk promosi. Lebih tepat kalau kamu merujuk pada SNI 03-1737-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Campuran Aspal Panas atau artikel dari jurnal Teknik Sipil UI yang memang membahas performa aspal di lapangan. Dari situ, dosen pembimbing bisa langsung melihat bahwa kamu mengacu pada sumber yang kredibel dan sesuai bidang ilmu, bukan sekadar informasi seadanya dari internet.
5. Sesuaikan dengan pedoman kampus
Setiap kampus biasanya punya “aturan main” sendiri soal cara penulisan daftar pustaka. Ada yang harus pakai APA 6th edition, ada yang pakai versi terbaru, ada juga yang punya format khas. Jadi sebelum kamu mulai nulis, pastikan kamu baca dan ikuti panduan resmi dari kampus biar nggak salah.
Dalam skripsi Teknik Sipil, menyesuaikan daftar pustaka dengan pedoman kampus itu wajib karena tiap institusi punya gaya selingkung sendiri. Ada kampus yang tegas mewajibkan mahasiswa pakai APA Style edisi terbaru, sementara ada juga yang masih mempertahankan format gabungan dengan tambahan aturan khusus, misalnya penulisan judul buku harus miring atau penulisan SNI ditulis dengan format tertentu. Kalau aturan ini diabaikan, meski referensi kamu sudah lengkap dan sumbernya kredibel, skripsi bisa tetap kena revisi hanya gara-gara format daftar pustaka.
Contohnya, kalau kampus kamu mewajibkan APA Style, maka penulisan buku Beton Prategang karya Tjokrodimuljo harus ditulis: Tjokrodimuljo, K. (2007). Beton prategang. Yogyakarta: Nafiri. Tapi kalau kampus punya aturan sendiri, bisa saja judul bukunya ditulis BETON PRATEGANG dengan huruf kapital semua atau penerbitnya wajib ditulis lengkap dengan kotanya. Begitu juga dengan SNI, ada kampus yang menuliskan sebagai: Badan Standardisasi Nasional. (2020). SNI 2847:2020 Persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung. Nah, detail-detail kecil seperti inilah yang harus dicocokkan dengan panduan resmi dari kampus biar skripsi Teknik Sipil kamu benar-benar sesuai standar.
Okay guys.. gimana?
Menyusun daftar pustaka mungkin terdengar membosankan, tapi sebenarnya bagian ini yang bikin skripsi kamu lebih punya “nilai jual” akademik. Daftar pustaka jadi bukti bahwa kamu benar-benar melakukan kajian pustaka dengan serius, bukan asal ketik.
Selain itu, daftar pustaka juga bisa mempermudah mahasiswa lain yang mau meneliti topik serupa. Bisa jadi apa yang kamu tulis jadi rujukan penting buat penelitian orang lain. Jadi, anggap aja kamu sedang berbagi jalan bagi peneliti berikutnya.
Intinya, jangan pernah menyepelekan daftar pustaka. Mulailah dengan konsistensi, rapi dalam urutan, lengkap dalam informasi, pilih sumber yang kredibel, dan tentu saja ikuti aturan kampus. Kalau lima hal itu diperhatikan, dijamin daftar pustaka kamu bakal kelihatan rapi, profesional, dan bikin dosen lebih respect.
No comments:
Post a Comment
Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.