Menulis artikel jurnal ilmiah itu bukan sekadar menuangkan ide ke atas kertas, tapi juga soal menjaga kredibilitas dan mengikuti aturan main akademik. Beberapa penulis yang pada awalnya semangatnya tinggi, tapi justru terjebak pada kesalahan-kesalahan kecil yang bikin artikel ditolak. Padahal kalau tahu lebih awal, hal-hal ini sebenarnya bisa dihindari.
FYI, menulis artikel ilmiah memang butuh disiplin, tapi bukan berarti harus tegang dan bikin stres. Kalau dari awal kita sudah paham aturan mainnya, prosesnya jadi lebih lancar dan malah bisa menyenangkan. Kamu jadi bisa fokus ke hal terpenting: kualitas penelitian dan bagaimana menyampaikannya dengan jelas. Nah, biar kamu nggak terjerumus ke lubang yang sama, yuk kita bahas apa saja yang sebaiknya jangan dilakukan saat menulis artikel jurnal ilmiah.
1. Mengutip tanpa sumber
Kesalahan pertama dan paling fatal adalah mengutip tanpa menyebutkan sumber. Dalam dunia akademik, ini dianggap plagiarisme dan bisa langsung bikin artikelmu ditolak mentah-mentah. Jangan berpikir bahwa dosen atau reviewer nggak bakal ngeh, karena mereka sudah terbiasa membaca ratusan artikel dan paham betul gaya penulisan. Jadi, setiap kali mengambil data, teori, atau bahkan sekadar ide dari orang lain, pastikan kamu mencantumkan sumbernya dengan benar. Ingat, lebih baik over-cite daripada under-cite.
2. Mengabaikan format penulisan
Setiap jurnal punya aturan format penulisan/template yang berbeda, mulai dari gaya kutipan, jenis font, sampai struktur tabel dan gambar. Banyak penulis yang terlalu fokus ke isi, tapi lupa bahwa tampilan juga penting. Reviewer bisa langsung ilfeel kalau formatnya berantakan. Jadi sebelum mulai menulis, coba cek dulu template dari jurnal yang dituju. Percayalah, mengatur format sejak awal jauh lebih gampang daripada memperbaikinya di akhir.
3. Tidak cek similarity
Jangan malas untuk cek similarity atau tingkat kemiripan tulisan dengan karya orang lain. Sekarang banyak jurnal menggunakan software khusus seperti Turnitin atau iThenticate. Kalau hasil cek similarity-mu terlalu tinggi, artikel bisa langsung dicoret atau bahkan direject. Padahal bisa jadi niatmu bukan menjiplak, hanya kebetulan kalimatnya mirip. Untuk menghindari ini, biasakan parafrase dengan bahasa sendiri dan jangan asal copy-paste. Cek similarity sebelum submit itu wajib hukumnya. Biasanya, "kadar similarity" yang wajar adalah maksimal 10%-15%, tapi tergantung juga dari jurnal yang dituju loh.
4. Masukkan referensi tidak relevan
Kesalahan berikutnya adalah menjejali artikel dengan referensi yang sebenarnya nggak ada hubungannya. Mungkin niatnya biar terlihat banyak dan “wah”, tapi justru bikin tulisanmu kehilangan fokus. Reviewer bisa langsung tahu mana referensi yang relevan dan mana yang asal tempel. Jadi, lebih baik sedikit tapi tepat sasaran. Pilih referensi yang benar-benar mendukung argumen atau hasil penelitianmu, bukan sekadar biar terlihat panjang daftar pustakanya.
5. Tidak memilih jurnal target sejak awal
Banyak penulis yang baru memikirkan jurnal target setelah artikelnya selesai. Akibatnya, naskah yang sudah susah payah ditulis harus diutak-atik lagi supaya sesuai dengan ketentuan jurnal. Lebih parah lagi, bisa jadi artikelmu malah nggak cocok sama sekali dengan scope jurnal tersebut. Nah, biar nggak buang waktu, tentukan sejak awal jurnal mana yang dituju, lalu ikuti panduan penulisannya. Dengan begitu, artikelmu lebih siap untuk diterima.
6. Alur dan struktur penulisan tidak jelas atau tidak konsisten
Artikel ilmiah punya alur baku yang umumnya dikenal sebagai IMRaD: Introduction, Methods, Results, and Discussion. Tapi masih banyak penulis yang asal menulis tanpa memperhatikan struktur ini. Akhirnya artikel jadi loncat-loncat, pembaca bingung, dan pesan penelitianmu nggak nyampe. Ingat, struktur itu dibuat bukan untuk bikin ribet, tapi supaya ide kita tersampaikan secara logis. Kalau alurnya jelas, pembaca akan lebih mudah mengikuti jalan pikiranmu.
7. Kesalahan dalam tata bahasa dan tipografi
Terakhir, hal yang sering diremehkan tapi sangat berpengaruh adalah tata bahasa dan tipografi (bahasa gaulnya sih "typo"). Salah ketik, tanda baca nggak tepat, atau grammar yang berantakan bisa bikin artikel terlihat kurang profesional. Bahkan ada reviewer yang langsung menolak hanya karena tulisannya sulit dibaca. Jangan malu untuk melakukan proofreading berkali-kali atau minta teman bantu cek. Kalau perlu, gunakan tools seperti Grammarly untuk meminimalisir kesalahan.
Setelah memahami ketujuh poin di atas, kamu bisa lihat bahwa sebagian besar kesalahan ini sebenarnya sederhana. Hanya saja, kalau dibiarkan, dampaknya bisa besar banget. Mulai dari revisi berkali-kali, artikel ditolak, sampai reputasi penulis jadi kurang baik. Makanya, penting banget untuk waspada sejak awal proses penulisan.
Selain itu, jangan lupa kalau setiap kesalahan adalah proses belajar. Semua penulis, bahkan yang sudah senior sekalipun, pernah melewati fase ditolak atau diminta revisi besar-besaran. Bedanya, mereka belajar dari kesalahan itu dan berusaha tidak mengulanginya lagi. Jadi kalaupun kamu sempat melakukan kesalahan, jangan putus asa.
Kesimpulannya, menulis artikel jurnal ilmiah bukan cuma soal pintar meneliti, tapi juga soal pintar menulis sesuai aturan. Hindari tujuh kesalahan di atas: jangan mengutip tanpa sumber, jangan abaikan format, selalu cek similarity, pilih referensi yang relevan, tentukan jurnal target sejak awal, jaga struktur tulisan, dan perhatikan tata bahasa. Kalau semua itu sudah diperhatikan, peluang artikelmu diterima di jurnal bereputasi akan jauh lebih besar. Jadi, yuk menulis dengan cerdas, bukan sekadar asal menulis!
No comments:
Post a Comment
Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.