![]() |
Ilustrasi: mahasiswa sedang mengerjakan skripsinya |
Di dunia perkuliahan, khususnya di Politeknik, mahasiswa sering kali dihadapkan pada tantangan penulisan skripsi atau tugas akhir. Tidak jarang, masalah utama yang muncul adalah kesulitan memparafrase kutipan atau teori yang mereka ambil dari buku, jurnal, atau internet. Parafrase ini sebenarnya penting, karena selain menghindari plagiasi, juga menunjukkan bahwa mahasiswa memahami materi yang dibacanya (Malon et al., 2024). Sayangnya, banyak mahasiswa masih terjebak pada teknik “copas” alias copy paste tanpa mengubah struktur kalimat. Akibatnya, nilai mereka bisa terganggu, dan dosen pun sering harus mengembalikan draft untuk direvisi.
Di jurusan teknik sipil tempat saya mengajar, masalah ini cukup sering terjadi. Mahasiswa sudah bisa mencari teori atau referensi, tetapi saat diminta menuliskannya kembali dengan bahasa sendiri, mereka kebingungan. Ada yang mencoba mengubah kata-kata dengan sinonim, tapi hasilnya malah membingungkan atau terasa aneh dan "nyeleneh" saat dibaca. Bahkan ada yang sekadar mengganti beberapa kata lalu merasa itu sudah cukup aman dari plagiasi. Padahal, parafrase yang baik bukan hanya mengganti kata, tetapi mengubah susunan kalimat sambil tetap mempertahankan makna aslinya (Chanpradit et al., 2024).
Kesulitan ini juga terasa di bagian “Pendahuluan” dan “Latar Belakang” skripsi. Banyak mahasiswa menulis dengan kalimat yang tidak nyambung satu sama lain. Paragraf pertama membicarakan masalah A, lalu tiba-tiba lompat ke masalah B tanpa transisi yang jelas. Kadang, gaya bahasa yang digunakan juga campur aduk antara formal dan santai. Akibatnya, ide yang sebenarnya bagus jadi terkesan berantakan dan tidak profesional. Bab II “Landasan Teori/Kajian Pustaka” pun sering jadi sumber masalah. Mahasiswa biasanya hanya mengambil teori dari buku atau jurnal lalu menempelkannya bulat-bulat ke dalam dokumen. Mereka lupa bahwa dosen penguji ingin melihat kemampuan mereka memahami teori itu, bukan sekadar kemampuan mencari sumber. Alhasil, isi bab ini sering terasa seperti kumpulan kutipan daripada uraian ilmiah yang mengalir.
Nah, di sinilah teknologi seperti AI bisa membantu, khususnya ChatGPT. Banyak mahasiswa belum mengenal bahwa ChatGPT bisa digunakan untuk memparafrase dengan hasil yang jauh lebih baik daripada sekadar mengganti kata-kata. Dengan prompt yang tepat, mahasiswa bisa mengubah kutipan menjadi versi baru yang tetap akurat maknanya, tapi lebih enak dibaca dan bebas plagiasi. Bahkan, ChatGPT bisa membantu membuat kalimat lebih runtut dan nyambung.
Misalnya, jika mahasiswa punya kalimat dari buku/artikel seperti: “Pembangunan infrastruktur jalan memerlukan perencanaan matang untuk memastikan kelancaran lalu lintas dan keselamatan pengguna,” mereka bisa membuat parafrase menggunakan ChatGPT dengan perintah (prompt): “Tolong parafrase/perbaiki struktur kalimat berikut dengan bahasa formal yang jelas: [tulis/copy paste kalimatnya].” ChatGPT bisa mengubah dan memparafrase kalimat sebelumnya menjadi: “Perencanaan yang cermat sangat diperlukan dalam pembangunan infrastruktur jalan guna menjamin kelancaran arus lalu lintas serta keselamatan bagi para pengguna.”
Kalau ingin hasil yang lebih alami, mahasiswa bisa menambahkan instruksi/prompt seperti: “Parafrase dengan bahasa akademik sederhana, tapi tetap formal.” Dengan begitu, ChatGPT tidak hanya mengganti kata, tapi juga memperbaiki alur kalimat agar lebih mudah dipahami. Contohnya, kalimat tadi bisa menjadi: “Untuk memastikan arus lalu lintas lancar dan aman, pembangunan jalan harus diawali dengan perencanaan yang matang.” Bahkan untuk membuat pendahuluan yang runtut, mahasiswa bisa memanfaatkan ChatGPT. Caranya, mereka tulis semua poin yang ingin dimasukkan ke pendahuluan, lalu beri instruksi: “Susun menjadi pendahuluan skripsi yang runtut, formal, dan mengalir antar kalimat dan paragraf [tulis/copy paste bagian Latar Belakang/Pendahuluan].” Hasilnya, ChatGPT akan mengatur urutan ide, menambahkan kalimat transisi, dan memastikan paragraf saling terhubung.
Fungsi ChatGPT tidak berhenti di parafrase saja. AI ini juga bisa membantu mahasiswa memeriksa apakah kalimat mereka sudah baku atau belum. Cukup tulis: “Cek tata bahasa dan ubah menjadi bahasa akademik yang baik.” maka ChatGPT akan memoles kalimat itu. Ini sangat membantu untuk menghindari kesalahan bahasa yang sering terjadi, terutama bagi mahasiswa yang belum terbiasa menulis secara formal.
Tentu saja, penggunaan AI ini harus disertai pemahaman, bukan sekadar mengandalkan hasil mentah. Mahasiswa tetap perlu membaca ulang hasil parafrase, memastikan maknanya tidak berubah, dan menyesuaikan dengan gaya penulisan mereka. AI sebaik apapun tetap butuh sentuhan manusia agar tulisan terasa personal dan sesuai konteks penelitian. Beberapa mahasiswa mungkin ragu menggunakan AI karena takut hasilnya terlalu “buatan mesin”. Padahal, selama mereka memeriksa dan mengedit ulang, hasilnya bisa sangat natural. Bahkan, dosen pembimbing biasanya akan menghargai usaha mahasiswa yang mampu menyajikan tulisan rapi dan bebas plagiasi, dibandingkan yang sekadar mengumpulkan teks copy paste.
Penggunaan ChatGPT juga bisa melatih kemampuan bahasa akademik mahasiswa. Dengan sering melihat bagaimana AI memparafrase kalimat, mahasiswa akan terbiasa mengenali pola kalimat yang baik. Lama-kelamaan, mereka bisa memparafrase sendiri tanpa bantuan AI, karena sudah punya referensi gaya bahasa yang tepat di kepala mereka (Abdel-Reheem Amin & Alammar, 2023).
Di Politeknik, khususnya di Jurusan Teknik Sipil tempat saya bekerja, kemampuan ini sangat penting. Mahasiswa vokasi tidak hanya dituntut menguasai praktik lapangan, tetapi juga harus bisa menyampaikan hasil pekerjaannya dalam bentuk laporan yang rapi dan profesional. Kalau laporan atau skripsi mereka amburadul, pesan yang ingin disampaikan bisa hilang atau tidak dipahami pembaca. Bayangkan saja seorang lulusan teknik sipil yang jago di lapangan tapi tidak bisa menjelaskan proyeknya dengan baik di laporan. Ini akan mempengaruhi penilaian orang terhadap profesionalismenya. Maka, kemampuan menulis dengan baik—termasuk memparafrase—menjadi bagian dari kompetensi yang harus dikuasai.
Memang, belajar parafrase itu tidak instan. Dibutuhkan latihan dan kesadaran bahwa ini adalah keterampilan penting. AI seperti ChatGPT hanyalah alat bantu, bukan pengganti kemampuan berpikir kritis dan menulis (Juni et al., 2025). Namun, jika digunakan dengan bijak, AI bisa mempercepat proses belajar dan mengurangi risiko plagiasi. Untuk memulai, mahasiswa bisa mencoba membuat daftar kutipan penting dari sumber mereka. Lalu, satu per satu minta ChatGPT memparafrase dengan instruksi yang jelas. Setelah itu, baca ulang hasilnya, perbaiki jika ada bagian yang kurang pas, dan masukkan ke skripsi sesuai kebutuhan.
Jika mahasiswa sudah terbiasa menggunakan AI untuk parafrase, mereka akan lebih percaya diri menulis bagian lain seperti pendahuluan dan landasan teori. Mereka akan tahu bagaimana menghubungkan ide antarparagraf, membuat kalimat pembuka yang menarik, dan menyimpulkan dengan tegas (Iryani & Syam, 2024)). Hasilnya, skripsi mereka akan terasa lebih profesional dan enak dibaca. Selain itu, AI bisa membantu mereka menyesuaikan gaya bahasa sesuai target pembaca. Misalnya, untuk laporan teknis, bahasa harus lebih kaku dan detail, sementara untuk pendahuluan bisa sedikit lebih naratif agar menarik. ChatGPT bisa diinstruksikan untuk menyesuaikan gaya ini sesuai permintaan.
![]() |
Ilustrasi: mahasiswa sedang mengerjakan skripsinya |
Pada akhirnya, tujuan dari semua ini bukan hanya lulus ujian atau sidang skripsi. Lebih dari itu, mahasiswa akan membawa keterampilan ini ke dunia kerja. Di sana, mereka akan sering membuat laporan, proposal, atau dokumentasi proyek. Kemampuan menulis yang baik akan menjadi nilai tambah yang membuat mereka lebih unggul. Saya percaya, dosen dan mahasiswa di politeknik bisa bekerja sama memanfaatkan teknologi ini. Dosen bisa mengajarkan teknik dan etika penggunaannya, sementara mahasiswa belajar untuk tidak bergantung penuh tapi menjadikannya sebagai pelatih pribadi. Dengan begitu, kualitas tugas akhir di jurusan teknik sipil maupun jurusan lain akan meningkat.
Jika ke depannya mahasiswa sudah terbiasa menulis dengan baik, beban revisi dosen pembimbing juga akan berkurang. Tidak ada lagi bab yang terasa seperti potongan-potongan kutipan yang ditempel. Sebaliknya, skripsi akan terlihat seperti hasil karya yang solid dan penuh pemahaman. Jadi, memparafrase bukan hanya soal menghindari plagiasi. Ini adalah bagian dari membangun kemampuan komunikasi ilmiah yang akan berguna seumur hidup. Dan AI seperti ChatGPT hanyalah salah satu jembatan untuk membantu mahasiswa sampai ke sana. Yang terpenting tetaplah kemauan belajar dan memperbaiki diri.
Akhir kata, kalau ada mahasiswa yang masih ragu mencoba, saya selalu bilang: “Coba dulu, jangan takut. AI ini bukan untuk menggantikan otakmu, tapi untuk melatihnya.” Dengan mindset seperti ini, teknologi akan menjadi sahabat dan asisten yang siap siaga membantu Anda dalam perjalanan akademik, bukan musuh yang membuat kita malas berpikir.
Oh ya, klik LINK INI untuk menonton video tutorialnya, jika kamu masih bingung dengan artikel diatas yah!
Referensi:
Abdel-Reheem Amin, E., & Alammar, A. (2023). EFL students’ perception of using AI paraphrasing tools in English language research projects. Arab World English Journals, 14(3).
Chanpradit, T., Samran, P., Saengpinit, S., & Subkasin, P. (2024). English Paraphrasing Strategies and Levels of Proficiency of an AI-Generated QuillBot and Paraphrasing Tool: Case Study of Scientific Research Abstracts. Journal of English Teaching, 10(2), 110-126.
Iryani, J., & Syam, N. (2024). Meningkatan Kemampuan Menulis Mahasiswa Melalui Pelatihan Penggunaan Zotero Dan Teknik Parafrase Karya Tulis Ilmiah. Celebes Journal of Community Services, 3(1), 202-209.
Juni, R. W., Amir, J., & Nensilianti, N. (2025). Pemanfaatan ChatGPT Sebagai Alat Bantu Penyusunan Bahan Ajar Bahasa Indonesia di SMA 3 Parepare. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra, 11(2), 1710-1735.
Malon, J. C., Virtudazo, J. A., Vallente, W., Ayop, L., & Malon, M. F. O. (2024). Expressing ideas: AI-integrated paraphrasing to students’ writing skills. International Journal of Educational Methodology, 10(4), 531-542.
No comments:
Post a Comment
Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.