Thursday, October 26, 2017

MAKALAH BIMBINGAN BELAJAR (BAHAN MATA KULIAH EDUCATIONAL PSYCHOLOGY - S2)

MAKALAH BIMBINGAN BELAJAR (BAHAN MATA KULIAH EDUCATIONAL PSYCHOLOGY - S2)

 
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Lembaga pendidikan pada umumnya dan sekolah-sekolah pada khususnya merupakan tumpuan harapan para orang tua, siswa, dan warga masyarakat guna memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan sifat-sifat kepribadian utama sebagai sarana pengembangan karier, peningkatan status sosial dan bekal hidup lainnya di dunia kini dan di akhirat nanti.
Sesungguhnya di sekolah telah mencoba mengkombinasikan aspirasi dan pandangan-pandangan masyarakat tersebut kedalam tujuan-tujuan instruksionalnya. Selanjutnya secara operasional, diterjemahkan ke dalam tujuan-tujuan kurikuler dan instruksional. Pada akhirnya, semua aspirasi itu terletak di bahu dan tangan guru karna merekalah yang diberi tugas, wewnang, dan tanggung jawab pelaksanaan operasional pendidikan dan pengajaran tersebut.
Meskipun para guru melancarkan segala kompetensinya (antara lain menguasai bahan, memahami sasaran didik mengelola program, menggunakan strategi dan metode, mengelola kelas serta kegitan belajar mengajar dengan menggunakan alat bantunya), namun dari bebrapa sumber informasi dapat diketahui bahwa jumlah atau presentase siswa yang tergolong harus mengulang atau putus sekolah (terutama untuk tingkat sekolah dan pendidikan tinggi) ternyata cukup tinggi. Meskipun tidak seluruhnya putusan bersumber pada kelemahan segi akademis (Bruner dalam Abin: 1974) karna faktor sosial ekonomis dan antropologis.
Dalam sistim pendidikan kita,  masih bisa dikatakan tradisional karna meskipun para guru sebenarnya telah mengetahua keragaman kualifikasi siswa yakni siswa cepat, siswa normal dan siswa lambat namun, karna mereka dikejar oleh suatu pandangan yang mengharuskan bahan pelajaran diselesaikan pada waktu yang ditetapkan, maka mereka tidak sempat para siswa tertentu yang sebenarnya memerlukan perhatian khusus dalam proses belajar mengajar sehari-hari.
Maka dari beberapa penjabaran di atas maka penulis memendang perlu untuk membahas pentingnya program bimbingan belajar yang nantinya dapat bermanfaat untuk menimalisir kesenjangan kemampuan dan  peningkatan kualitas anak didik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Layanan Bimbingan (Guidance Service)
Para ahli mendefinisikan layanan bimbingan itu dengan cara yang bervariasi, namun selalu menunjukkan kepada hakikat, tujuan dan prosedur yang serupa, yang secara ringkasnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
*            Layanan bimbingan  (guidance services) merupakan bantuan yang diberikan kepada individu tertentu.
*            Layanan bimbingan bertujuan agar yang bersangkutan dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan secara optimal.
*            Dengan layanan bimbingan kita dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian diri, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap terhadap lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar, pengertian layanan bimbingan yang bersifat umum tersebut di atas, dapat dijelaskan lebih lanjut sebgai berikut.
1.      Layanan bimbingan merupakan bantuan kepada indifidu tertentu.
Pernyataan bahwa layanan bimbingan hanya bersifat bantuan, mengandung arti bahwa guru (pembimbing) bukan mengambil over masalah dan tugas, serta tanggung jawab pemecahan dari siswa (terbimbing), melainkan hanya menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat memecahkan permasalahannya dengan tanggung jawab sendiri (pada akhirnya). Adapun pertanyaan yang menegaskan bahwa layanan bantuan itu hanya diberikan kepada individu tertentu, menunjukan bahwa bantuan itu hanya diberikan kepada siswa terbimbing yang dipandang memang benar-banar memerlukannya. Meskipun tidak dapat disangkal, seperti kata Robinson (1946: 1-6) bahwa setiap siswa sebenarnya potensial untuk menghadapi masalah baik disadari maupun tidak disadari. Sampai batas tertentu, mungkin mereka dapat menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Atau, memang tidak mampu menyadari bahwa ia sesungguhnya memerlukan bantuan orang lain. Dengan kata lain, meskipun layanan bimbingan itu sebenarnya diperlukan oleh semua siswa di sekolah, namun para guru seyogianya mendahulukan mereka yang benar-benar dipandang memerlukannya (seperti mereka yang tergolong kepada kelompok unqualified, underachievers, slow learness, repeaters, dan sebagainya).
2.  Dengan layanan bantuan itu diharapkan agar individu yang bersangkutan dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagian yang obtimal.
Seperti yang dikatakan oleh Mortenseen dan Schmuller (1945:6:8) bahwa tujuan atau sasaran akhir yang hendak dicapai oleh layanan bimbingan itu identik dengan apa yang menjadi tujuan layanan instruksional dan layanan sekolah lainnya, yaitu tercapainya tingkat perkembangan individu secara optimum sesuai dengan abilitas, minat, dan kebutuhan-kebutuhannya. Kalau dikaitkan dengan pendapat Havighurst tentang   tugas-tugas perkembangan berarti kemampuan optimal ialah terlaksananya tugas-tugas tersebut sesuai dengan tuntunan dan tahapan perkembangan yang bersangkutan. Kalau dikaitkan dengan prinsip teori mastery learning, berarti yang dimaksud dengan perkembangan optimum tercapainya taraf penguasaan (mastery) secara optimal. Kalau dikaitkan dengan taksonomi tujuan-tujuan pendidikan dari Bloom dan rekan-rekannya, perkembangan optimal itu berarti tercapainya perubahan-perubahan perilaku sesuai dengan minimum acceptable performance seperti yang dinyatakan dalam TIK. Predikat istilah optimum dan bukan maksimum yang digunakan, menunjukan bahwa pencapaian taraf perkembangan atau perubahan perilaku itu bersifat kondisional, maksudnya bergantung pada pengaruh semua faktor yang memberikan konstribusi yang ada bagi proses perkembangan tersebut. Layanan bimbingan lebih lanjut aspek afektif dari perkembangan tersebut ialah suatu penghayatan bahwa yang bersangkutan merasa berbahagia, dalam arti terbebas dari perasaan-perasaan frustasi atau kecewa atau tertekan atau putus asa sehingga terhindar dari akses-akses yang tidak diharapkan seperti yang digambarkan, akibat sampingan dari sistem belajar mengajar tertentu yang kita jalankan. Bahkan yang sangat diharapkan, seperti kata Smith (1951: 5), dengan tercapainya perkembangan yang optimum melalui layanan bimbingan, siswa akan lebih mampu menjadi anggota masyarakat yang efektif (efective member of society). Jadi, meskipun seorang siswa terpaksa harus meninggalkan sekolah karena memang kemampuan akademisnya terbatas, ia tidak perlu merasa kecewa, serta merugikan kepentingan kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, betapa pun rendah atau terbatasnya kecakapan yang dimiliki seseorang, namun ia diharapkan akan rela menerima dirinya dan bertindak secara produktif.
3.      Layanan bimbingan merupakan suatun proses pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, dan perwujudan penyesuaian diri.
Kata proses, dalam konteks ini menunjukan bahwa kegiatan bimbingan bukan suatu tindakan yang dilakukan ketika atau secara kebetulan, melainkan suatu ranngkaian kegiatan yang berkesinambungan, mulai dari usaha identifikasi terhadap permasalahannya sampai kepada penyelesaiannya secara tuntas, yang mungkin memerlukan beberapa tahap kegiatan, melibatkan banyak orang dan sejumlah instrument, serta fasilitas yang diperlukan dengan menggunakan berbagai metode atau teknik pendekatan yang sesuai.
Robinson (1950) menduga bahwa kemungkinan banyak siswa yang sering menemui kegagalan dalam studinya disebabkan karena ia kurang mampu
a.       Mengenal dirinya, baik mengenai segi-segi kelebihan atau kekurangannya, potensinya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya.
b.      Karena tidak mengenali diri, ia juga sukar memahami dirinya, termasuk kegagalan-kegagalan studinya
c.       Karena tidak memahami diri, ia juga sukar menerima keadaan dirinya secara obyektif, sesuai dengan kenyataan
d.      Karena tiada pengetahuan, pemahaman, dan penerimaan diri secara obyektif ia juga mengalami kesukaran mengarahkan dirinya melalui proses pengujian, pemilihan, dan pengambilan keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan secara rasional
e.       Karena tindakan-tindakannya yang kurang terarah, ia juga sukar mewujudkan atau merealisasikan atau mengaktualisasikan segala potensi yang ada pada dirinya secara optimal
f.       Akhirnya yang bersangkutan mungkin akan sampai pada suatu kesulitan dalam melakukan tindakan-tindakan yang sesuai (appropriate to, adjusted to, acceptable for), baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya (gurunya, temannya, pelajarannya, orang tuanya, dan sebagainya).

Oleh karena itu, rangkaian kegiatan layanan ini mungkin dapat berupa:
a.       Pengumpulan informasi/data mengenai diri yang bersangkutan serta hal-hal yang relevan dan bertalian dengan dirinya (inventory services).
b.      Pemberian informasi kepada yang bersangkutan baik tentang keadaan dirinya, program-programnya, rencana kariernya serta lingkungannya (information services)
c.       Penempatan yang bersangkutan pada program-program/jurusan/bidang studi, kelas/kelompok belajar jenis-jenis kegiatan, dan sebagainya yang sesuai dengan latar belakang dan kondisi objektif dirinya (placement service)
d.      Penyuluhan dalam usaha meyakinkan diri atas keadaan dirinya sehingga yang bersangkutan rela menerima dirinya, menyadari masalah-masalah yang dihadapi dirinya, serta dapat mencari dan memilih alternatif tindakan yang dipandang terbaik bagi dirinya (conseling services)
e.       Sebagai orang yang bertanggung jawab, guru atau pembimbing tentu mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan atau usaha lanjutan seberapa jauh kemajuan-kemajuan yang tercapai atau tidak oleh yang bersangkutan, guna menetapkan strategi layanan, bantuan lebih lanjut (evaluation and follow up services)

B.  Jenis Layanan Bimbingan Dalam Kaitannya Dengan PBM
 Layanan bimbingan penting diberikan kepada siswa tertentu. Tugas layanan seorang guru tetap berporos pada terselenggaranya proses belajar mengajar (PBM). Oleh karena itu, dari jumlah kemungkinan layanan tersebut, hanya beberapa yang benar-benar berkaitan langsung dengan PBM. Tugas layanannya merupakan kompetensi dari petugas layanan khusus bimbingan dan konseling guru (BK) di sekolah (school counselors).
Mengingat bahwa layanan BK juga erat dengan layanan tugas dan kegiatan evaluasi sejalan dengan tahapan-tahapan berlangsungnya PBM, sungguh bahwa layanan  kegiatan itu berjalan paralel dan berdampingan serta berurutan logis dengan kegiatan-kegiatan evaluasi dan pengajaran dalam rangka suatu pola PBM yang lengkap.
Kalau kita tinjau dari kerangka pola PBM secara keseluruhan, maka jenis-janis tugas/pekerjaan BP dalam konteks PBM yang dapat dan seyogianya dilakukan guru, antara lain :
a)            Pengumpulan informasi mengenai diri siswa, khususnya mengenai entering behaviornya (disposisi segi-segi kognitif, afektif dan psikomotornya) melalui pre-testing mengenai kelemahan-kelemahan pola-pola sambutan belajar (response set and readiness); melalui questioning dan observasi selama berlangsungnya proses interaksi proses belajar-mengajar; dan mengenai tingkat penguasaan atau prestasi belajarnya melalui post-test (inventory services).
b)            Memberikan informasi tentang berbagai kemungkinan jenis program dan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan (information services).
c)            Menempatkan siswa dengan kelompok belajar atau memberikan program dan bahan, serta kegiatan yang sesuai dengan yang sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan (placement services).
d)           Mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar, memberikan bantuan segera, melakukan diagnosis lebih lanjut dan sebagainya (counceling services).
e)            Membuat rekomendasi tentang kemungkinan-kemungkinan usaha selanjutnya dengan membuat rekomendasi kepada petugas bimbingan (counselor) atau guru bidang studi lain (khusus) atau ahli lain kalau dipandang perlu (referral).
f)             Melakukan remedial teaching atau enrichment kalau memang guru yang bersangkutan memang mempunyai keahlian dalam bidang studi yang dimaksud.

C.  Prosedur dan Strategi Layanan Bimbingan Belajar

a.   Prosedur Umum Layanan Bimbingan
      Pada umumnya layanan bimbingan itu menempuh tahapan kegiatan :
1.      Identifikasi kasus
Langkah ini ditujukan ke arah menjawab pertanyaan : siapa siswa (individu atau sejumlah individu) yang dapat ditandai atau diduga memerlukan layanan bimbingan ?
Pada taraf usia/kelas dan kesadaran tertentu, siswa secara sukarela datang dan bertanya kepada guru (pembimbing) untuk memperoleh bantuan pemecahan masalah / kesulitan yang dirasakan atau dialaminya. Namun, pada umumnya ditingkat mahasiswa perguruan tinggi sekalipun, seperti kata Robinson (1946: 3) masih banyak yang merasa enggan untuk secara sukarela meminta layanan bimbingan. Berbagai dalih dijadikan alasan, seperti perasaan malu kalau masalah pribadinya diketahui orang lain, kurang yakin atau percaya bahwa guru atau pembimbing mampu menyimpan rahasia pribadinya (confidential). Atau, memang individu yang bersangkutan tidak atau kurang mampu menyadari bahwa dirinya sedang mengalami suatu masalah. Atau, mencoba melakukan mekanisme pertahanan diri meskipun sadar akan masalah yanh dihadapinya, tetapi ia berusaha melupakan (repression) yang pada hakekatnya merupakan penipuan terhadap dirinya sendiri, karena cara tersebut tidak kunjung menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara realistis.
Robinson (1950:35-44) menyarankan cara-cara untuk memberikan motivasi kepada siswa tersebut, antara lain sebagai berikut.
a.       Call them approach. Melakukan wawancara dengan semua siswa (dari suatu kelas/tingkat/kelompok tertentu) secara bergiliran. Dari hasil komunikasi itulah kita akan memperoleh bahan siswa yang sebenarnya perlu dibimbing. Cara ini juga sangat tepat untuk mengurangi kelemahan-kelemahan seperti rasa malu, kurang percaya diri, dan sebagainya karena pada dasarnya semua siswa memperoleh perilaku yang serupa.
b.      Maintain good relations. Pendekatan ini dikenal juga sebagai open door policy, dimana diciptakan berbagai cara tidak langsung untuk memperkenalkan berbagai jenis bantuan kesediaan guru atau pembimbing untuk membantu siswanya, tidak terbatas pda hubungan belajar-mengajar di kelas saja. Disarankan agar para guru di samping bertugas mengajar, juga diserahi tugas-tugas mengkoordinasi dan atau menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan siswa dan guru atau pembimbing ke dalam situasi informal, seperti rekreasi bersama, pertunjukan (social evening), mengerjakan proyek-proyek kegiatan tertentu, mengadakan ceramah tentang cara belajar-mengajar orang-orang, termasuk bagaimana cara memanfaatkan orang-orang sumber (inklusif guru dan pembimbing) dan sebagainya. Dengan cara demikian, jurang pemisah hubungan siswa dan guru itu diperkecil sehingga akrab satu dengan lain. Dengan terciptanya keakraban dan saling pengertian ini, setiap saat siswa yang mengalami masalah/kesulitan akan secara terbuka meminta bantuan guru atau pembimbingnya.
c.       Developing a desire for counseling. Kita menunggu sampai siswa merasakan adanya masalah yang dirasakan sehingga siswa segera dan langsung dibawa ke arah penyadaran akan masalah yang mungkin sedang atau akan dialaminya, misalnya dengan jalan:
1)      Mengadministrasikan test intelegensi, bakat, minat, pre-test atau post-test dan sebagainya. Berdasarkan hasilnya, secara konfidensial kita bicarakan dan tujukan kepada yang bersangkutan, baik segi kebaikan maupun kelemahan, dan selanjutnya bagaimana kemungkinan jalan keluarnya
2)      Mengadakan orientasi studi yang membicarakan dan memperkenalkan karakteristik perbedaan individual, perbedaan karakteristik berbagai program/bidang studi beserta implikasinya bagi cara belajar-mengajar (termasuk kesulitan-kesulitannya) sehingga dapat dieksplorasi kemungkinan jalan keluarnya
3)      Mengadakan diskusi mengenai suatu masalah, misalnya beberapa kesulitan dalam mempelajari bahasa asing sehingga dalam diskusi tersebut diharapkan secara spontan, individu-individu yang mengalami hal-hal yang bersamaan dapat membicarakannya, dan akhirnya akan sampai kepada keperluan bantuan guru bidang studi yang bersangkutan.
d.      Lakukan analisis terhadap prestasi belajar siswa atau catatan harian guru mengenai beberapa siswa yang menunjukkan kelainan-kelainan tertentu (rapid learness, slow learness, trouble makers, dan sebagainya). Mungkin kita dapat membandingkan prestasi belajar perorangan dari para siswa dengan prestasi kelompoknya atau kepada siswa tertentu secara konfidensil ditujukan posisinya dan sekaligus diberikan bimbingan mencari cara mengatasinya.
e.       Lakukan analisis sosiometris dengan memilih teman terdekat di antara sesama siswa. Dengan demikian, kita juga dengan mudah menemukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social, yang memerlukan bimbingan guru.
2.      Identifikasi masalah
Langkah ini ditujukan pada arah menjawab pertanyaan : jenis masalah apakah yang dialami siswa dan bagaimana karakteristik masalah tersebut ?
Secara umum, permasalahan yang dihadapi individu atau kelompok individu mungkin menyangkut bidang-bidang : pendidikan (educational problems), perencanaan karier atau jabatan (vocational problem), penyesuaian sosial (social problems), pribadi (personal problems), emosional dan moralitas (morality and emotional problems).
Dalam konteks PBM, permasalahan dapat dilokalisasi dan dibatasi ditinjau dari tujuan – tujuan proses belajar mengajar :
a.       Secara substansial-material, hendaknya dilokalisasi pada jenis bidang studi mana saja, pada bagian dan tingkat mana dari sisi dan struktur bidang studi tersebut, dan sebagainya
b.      Secara struktural-fungsional, permasalah itu mungkin dapat dialokasikan pada salah satu jenis dan tingkat kategori belajar.
c.       Secara behavior, permasalahan mungkin terletak pada salah satu jenis dan tingkat perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor
d.      Mungkin pula terletak pada salah satu aspek kepribadian : self-concept, self-esteem, sosialitas, emosionalitas, moralitas, responsibilitas yang tercermin dalam salah satu jenis dan taraf kesulitan seperti yang dinyatakan sebagai sasaran pokok bimbingin (pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan dan penyesuaian diri).
Dilihat dari segi proses belajar-mengajar sendiri mungkin letak permasalahannya berkaitan dengan salah satu komponen :
a)      Kurikuler; kesesuaian dengan program/bidang studi/ materi pelajaran
b)      Metodologis ; kesesuaian dengan strategis, metode, dan teknik belajar-mengajar;
c)      Administratif ; kesesuaian dengan cara pengorganisasian sistem belajar-mengajar
d)     Evaluatif ; kesesuaian dengan sistem evaluasi belajar-mengajar
e)      Iklim sosial ; hubungan dengan guru dan sesama siswa
Cara yang dapat ditempuh pada langkah ini, untuk mendeteksi masalah-masalah yang berkaitan dengan :
a.       Tujuan-tujuan belajar-mengajar, antara lain: (kalau mungkin) dengan diadakan tes-diagnostik; analisis hasil pekerjaan tertulis (writen product analysis) : naskah bekas ulangan/ujian, lembaran kerja/tugasnya, dan sebagainya
b.      Komponen-komponen PBM, antara lain (kalau mungkin dengan diadakan tes tindakan) performance test disertai observasi, daftar cek (checklist);bagan partisipasi (participation chart); penggunaan sosiometri, diadakan wawancara dan sebagainya
3.      Diagnosis.
Dalam konteks PBM, kemungkinan faktor penyebabnya terletak pada :
a.       Raw input(siswa) : potential (inteligensi dan bakatnya), developmental kematangan dan kesiapan (maturation and readness), motivational (n-ach, aspirasi), emotional attitudinal(sikap), habitual (kebiasaan), dan sebagainya
b.      Enviromental input : iklim disekolah (school climate), dirumah dan dimasyarakat
c.       Tujuan-tujuan pendidikan : ukuran atau keberhasilannya atau tuntutan kualifikasi yang harus dipenuhi
Berbagai cara yang dapat ditempuh untuk memperoleh informasi/data yang relevan dengan kemungkinan faktor-faktor penyebab diatas, antara lain :
a)      Untuk mendeteksi para raw-input : (kalau mungkin dan kalau memang perlu) diadakan tes psikologi (intelegensi, bakat), skala penilaian sikap, wawancara bimbingan dengan yang bersangkutan, inventory, dan sebagainya
b)      Untuk mendeteksi instrumental-input; dapat diadakan pengecekan atau review terhadap komponen-komponen  sistem instruksional yang bersangkutan dengan diadakan wawancara atau studi dokumenter, dan sebagainya
c)      Untuk mendeteksi enviromental input; dapat dilakukan observasi dengan analisis anecdotal records, kunjungan rumah (home visit), wawancara dengan yang bersangkutan
4.      Mengadakan prognosis
Langkah ini diarahkan untuk menjawab : apakah masalah yang dihadapi siswa (kasus) masih mungkin untuk diatasi, serta adanya alternatif pemecahan yang mungkin untuk di tempuh ?
Bagian pertama dari pertanyaan tersebut akan bisa dijawab dengan mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil- hasil langkah kedua, sehingga kita memperoleh kesimpulan yang relatif definitif tentang jenis dan sifat permasalahan atau kesulitan yang dialami manusia serta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Berdasarkan pertimbangan berat ringannya permasalah yang bersangkutan, barulah kita memperkirakan apakah permasalah itu masih mungkin dipecahkan atau tidak.
Setelah perkiraan mungkin tidaknya masalah terpecahkan selanjutnya kita perkirakan berapa lama dan cara mana yang mungkin, serta oleh siapa (siswa sendiri, dengan bantuan guru atau orang tua serta temannya atau petugas ahli yang lain seperti konselor, psikolog, dokter, dan guru spesialis)
Proses pengambilan keputusan pada tahap ini, seyogianya tidak dilakukan dengan tergesa-gesa, serta sebaiknya melalui suatu atau serangakaian konferensi (pertemuan) kasus (case conference) yang minimal secara confidensial dihadiri oleh guru (pembimbing) dan siswsa (kasus) yang nbersangkutan. Bahkan, mungkin pula mengundang ahli – ahli lain (psikolog, dokter, pekerja sosial, dan sebagainya serta jabatan yang berkompoten) kepala sekolah, wali kelas dan sebagainya)
5.      Melakukan tindakan remedial atau membuat referral (rujukan)
Kalau jenis dan sifat permasalahan serta sumber permasalahannya masih bertalian dengan sistem belajar mengajar dan masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan (dalam arti teknis dan otoritas) para guru seyogiannya bantuan bimbingan itu dilakukan oleh guru sendiri, namun, kalau permasalahnnya sudah menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam atau aspek-aspek yang lebih luas lagi (kesehatan mental, medis, sosial, dan sebagainnya), maka selayaknya tugas guru hanya membuat rekomendasi (refferal) kepada para petugas / ahli yang kompoten dalam bidang – bidang tersebut
6.      Evaluasi dan Follow Up
Cara mana pun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah tersebut seyogiannya dilakukan. Kalau usaha bantuan remedial itu dilakukan oleh guru (pembimbing) sendiri, guru (pembimbing) yang bersangkutan  hendaknya meneliti seberapa jauh pengaruh tindakan remedial (treatment) itu telah menunjukan efek atau pengarah yang positif bagi pemecahan masalahnya. Kalau remedial dilakukan oleh petugas/ahli lain, seyogyanya guru (pembimbing) meminta laporan dari mereka.
      Robinson (1950:96) mengemukakan beberapa kriteria keberhasilan dan keefektifan layanan bimbingan itu antara lain sebagai berikut :
a.       Kriteria keberhasilan yang tampak segera (immediate criteri), diantaranya:
1)      Apabila siswa telah mulai menyadari (to be aware of) atas adannya masalah yang dihadapinya;
2)      Apabila siswa(kasus) telah mulai memahami (self insight, self-understanding) permasalahan yang dihadapinya
3)      Apabila siswa (kasus) telah mulai menunjukan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalah lainnya secara objektif (self-acceptance);
4)      Apabila siswa (kasus) telah mulai menurun ketegangan emosionalnya(emotional stress release);
5)      Apabila siswa (kasus) telah memulai menunjukan sikap keterbukaan (openess) serta mau memahami dan menerima kenyataan lingkungan;
6)      Apabila siswa (kasus) telah mulai berkurang dan menurun penentangannya terhadap lingkungan
7)      Apabila siswa (kasus) mulai menunjukan kemampunannya untuk mengadakan pertimbangan (reasoning), mengadakan pilihan (choise) dan pengambilan keputusan (decision making)  secara sehat dan rasional (sound and rational)
8)      Apabila siswa (kasus) bersangkutan telah menunjukan kesediaan dan kemampuan untuk melakukan usaha-usaha/tindakan perbaikan dan penyesuaian (adjustment), baik terhadap dirinya maupunterhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya
b.      Kriteria keberhasilan dalam jangka panjang (long term criteri):
1)      Apabila (kasus) telah menunjukan kepuasan dan kebahagiaan (happiness) dalam kehidupannya yang dibuahkan oleh tindakan-tindakan dan usaha-usahanya
2)      Apabila siswa (kasus)  telah mampu menghindari secara preventif kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya kedalam kesulitan (preventif)
3)      Apabila siswa (kasus) telah menunjukan sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif
Cara – cara yang ditempuh untuk memperoleh data/ informasi atas indikator-indikator keberhasilan layanan bimbingan tersebut meliputi bermacam jenis, antara lain dengan melakukan observasi selama kiontak atau interaksi dan komunikasi dalam rangka bimbing atau berbagai kesempatan yang bersifat individu, melalui analisa atau perubahan dalam prestasi belajar dengan penyesuaian dirinya (gains) melalui analisa laporan siswa (kasus) yang bersangkutan (self-report, invertories) orang tuanya dan pihak-pihak lain yang bersangkutan (guru lain, pembimbing dan sebagainya)
            Kalau indikator – indikator seperti digambarkan oleh Robinso diatas , sampai batas waktu tertentu, ternyata masih belum tampak, maka seyodianya guru atau pembimbing yang berkepentingan segera mengadakan peninjauan kembali (review) atau alternatif pemecahan yang telah dilakukan tersebut. Seandainya memang tidak menunjukan keampuhanya sama sekali, atau sangat lamban terjadinya perubahan – perubahan kearah yang diharapkan.

b.   Strategi Layanan Bimbingan
      sekurang-kurangnya dapat dibedakan dua cara pendekatan dalam menggariskan strategi layanan bimbingan, yaitu (1) Berdasarkan jenis dan sifat kasus (case, client, counselee) yang dihadapinya; dan (2) berdasarkan ruang lingkup bidang garapan dan pengorganisasiannya.
1)      Strategi Layanan Berdasarkan Kategori Kasus dan Sifat Masalahnya
Sesuai dengan sifat permasalahannya, layanan bimbingan dapat diberikan kepada siswa (kasus) sebagai orang-seorang (individual) dan dapat pula diberikan kepada individu-individu dalam situasi kelompok (group situation)
a)      Layanan bimbingan kelompok, diselenggarakan apabila : (1) terdapat sejumlah individu (siswa) yang mempunyai kebutuhan atau permasalahan yang serup; atau (2) terdapat masalah yang dialami oleh individu, namun menyangkut keperluan adanya hubungan orang lain (kerja sama, toleransi, tenggang rasa, loyalitas, demokratis, menghargai pendapat orang lain dan interaksi sosial yang lainnya). Bimbingan kelompok ini dapat dilangsungkan secara formal seperti, diskusi, ceramah, remendial teaching, sosiodrama, dan fisikodrama, role playling, home room program dan sebagainya. Dapat pula dilakukan dalam situasi formal, seperti rekreasi bersama, karyawisata, penyelenggaraan kegiatan pesta sekolah , student self goverment, pesta olaraga, pesta atau pentas seni, peringatan hari-hari besar nasional, keagamaan dan sebagainya. Berbagai alat bantu atau media pendidikan (film, slide, gambar, dan sebagainya)  dapat digunakan. Dengan mengundang penceramah tamu seperti dikter, psikolog, pengusaha, jabatan penemtapan tenaga kerja dan sebagainya
b)      Layanan bimbingan individual (individual counseling), akan lebih tepat digunakan kalau permasalahan yang dihadapi individu itu lebih bersifat pribadi dan memerlukan proses-proses melakukan pilihan, mengambil keputusan yang menuntut kesadaran, pemahaman, penerimaan, usaha dan aspek emosional, moralitas, kesulitan belajar ( membaca, menulis, dan sebagainya) yang memerlukan ketekunan dan usaha atau pelatihan yang saksama dari individu yang bersangkutan. Layanan ini mungkin dapat dilakukan oleh guru (remedial teaching), atau ahli lain (konselor, psikolog, dokter dan sebagainya). Mungkin juga orang tua yang bersangkutan (kalau dipandang mampu untuk itu)
            2)   Srategi Layanan Berdasarkan Ruang Lingkup Permasalahan dan Pengorganisasiannya.
Mathewson (1955: 15) mengidentifikasi tiga strategi umum (grand strategy) penyelenggaraan layanan bimbingan, sebagai berikut :
a)      The strategy guidance throughout the classroom (strategi bimbingan melalui kegiatan kelas).
Bimbingan dipandang sebagai suatu proses eduktif yang constant, dijalinkan dengan semua kegiatan intruksional. Setiap guru adalah petugas bimbingan, merupakan selogan dari strategi ini, serta menjiwai seluruh pemikiran dan praktek layanan sehingga bimbingan dapat dianggap terjadi dari menit ke menit, jam ke jam dan hari kehari disetiap kelas dari setiap sekolah. Bimbingan ditekankan sebagai suatu prosesyang penting dan berlangsung secara berkesinambungan sebagai suatu pengaruh yang memberikan pengarahan yang menyenangkan bagi Pembina perilaku social, keefektifan  pribadi dalam hidup sehari-hari, kemajuan dan kompetensi akademis, serta pembinaan ini sangat bergantung pada minat dan kemampuan pribadi guru-guru kelas yang bersangkutan
b)      The strategy of guidance throughout supplementary services (strategi bimbingan melalui layanan khusus yang bersifat suplementer)
Bimbingan dilakukan oleh petugas khusus dan ditujukan guna mengatasi masalah pokok secara terpilih. Bimbingan yang lebih bersifat bantuan dinerikan kepada siswa sebagai individu dalam mengambil keputusan, mengadakan pilihan, atau menemukan pengarahan dalam situasi-situasi khusus tertentu seperti perencanaan dan persiapan karier dan pendidikan.
Strategi ini merupakan pola layanan bimbingan pendidikan dan vokasiona. Meskipun dewasa ini kedalam strategi ini dimasukan pula mengenai masalah-masalah penyesuaian pribadi dan soaial, namun pusat perhatian masih tetap difokuskan kepada bidang garap terdahulu. Karakteristik strategis bimbingan ini antara lain, layanan bersifat klinis dan dilakukan oleh para ahli yang terlatih dan dipersiapkan khusus untuk itu dengan menggunakan teknik wawancara yang sangat intensif dengan kasus yang bersangkutan.
c)      The Strategy of guidance as a comprehensive process throughout the whole curriculum and community (strategi bimbingan sebagai suatu proses yang komprehensif melalui kegiatan keseluruhan kurikum dan masyarakat).  
Strategi ini melibatkan semua komponen personalia sekolah, siswa, orang tua, dan wakil-wakil masyarakat. Guru, counselor, dan petugas sekolah lainnya bekerja sama sebagai suatu tim dengan para orang tua, para siswa dan lembaga-lembaga masyarakat untuk lebih meningkatkan kemanfaatan kedua strategi layanan yang disebutkan terlebih dahulu. Sudah jelas strategi ini disamping memerlukan fasilitas yang lebih lengkap, juga menuntut terciptanya suatu kerjasama yang harmonis diantara semua komponen yang terlibat di dalamnya serta menghajatkan terciptanya jalinan hubungan sekolah dan masyarakat yang lebih erat lagi.

D.    Beberapa Sistem dan Teknik Layanan Bimbingan

a)      Beberapa Sistem Pendekatan Layanan Bimbingan.
Sejak munculnya karya karya Rogers, dalam bukunya yang berjudul Counseling and psychotheraphy (1942), mulailah dikenal sistem pendekatan layanan bimbingan, yang disebut (1) Directive Counseling dan (2) Non-directive  Counseling. Perbedaan utama di antara kedua pendekatan tersebut terletak dalam landasan filosofi dan sistim nilai yang dianutnya, di mana pendekatan Direktif lebih menitikberatkan kepada pemecahan masalahnya, sedangkan pendekatan Non-Direktif  mengutamakan perhatian terhadap kasusnya sendiri.
1)      Pendekatan Direktif. Pendekatan layanan bimbingan ini dikenal juga sebagai bimbingan yang bersifat counselor centered. Sifat tersebut menunjukan pihak pembimbing memegang peranan utama dalam proses interaksi layanan bimbingan. Pembimbinglah yang yang berusaha mencari dan menemukan permasalahan yang dialami kliennya. Kemudian pembimbing juga yang mencari alternatif terbaik bagi pemecahannya. Pihak terbimbing hanya menerima dan mengikuti atau melaksanakan apa yang disarankan pembimbingannya. Pembimbing sangat bertanggung jawab atas pelaksanaan bimbingan tersebut dan terbimbing sangat bergantung kepada bimbungannya. Sistem pendekatan layanan direktif ini, terutama dianut oleh kaum psikonalis yang berasumsi bahwa pembimbing harus lebih mampu (superior) dari pada kliennya yang sedang bermasalah, yang mungkin kemampuan berpikirnya secara rasional mengalami gangguan. Justrus karena itulah klien perlu memperoleh bimbingan. Karena itu, seorang pembimbing, seyogianya memperoleh pendidikan dan pelatihan sehingga mencapai kualifikasi sebagai expert (ahli) dalam bidangnya
2)      Pendekatan Non-Directif. Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan bimbingan yang bersifat Client-Centered. Sifat tersebut menunjukan bahwa pihak terbimbing (client) diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan bimbingan. Pembimbing hanya bertugas menciptakan situasi yang memungkinkan pihak terbimbing untuk mencoba mencari dan menemukan inti permasalahan yang dialaminya dan alternatif terbaik bagi dirinya untuk mengatasi masalahnya. Pembimbing hanya berbicara seperlunya, bila mana suatu saat pihak klien menghadapi menghadapi jalan buntu, atau jalannya proses usaha penemuan dan pemahaman serta penerimaan dirinya mengalaimi kelambanan atau kekaburan. Dengan berbagai pertanyaan dari pihak pembimbing maka klien menjadi terangsang dan bersemangat (encouraged) kembali dan terus berusaha hingga ia mencapai taraf pemecahan yang diharapkan. Pendekatan bimbingan ini, seperti telah dikemukakan, mulai dikembangkan oleh pengaruh client centered therapy yang dilaporkan oleh Carl. R. Rogers, yang dikenal sebagai peletak dasar paham Humanistik dalam  bimbingan dan pendidikan. Paham ini berasumsi bahwa pada diri setiap orang terdapat potensi atau kemampuan untuk memahami dirinya dan terdapat suatu daya (dorong) untuk maju dan berusaha mencari penyelesaian atas permasalahan yang dihadapinya. Telah digariskan 19 proposisi atau kaidah yang merupakan kebulatan sebagai teori kepribadian yang dijadikan pegangan oleh para penganut paham ini. Karena itu, pembimbing hendaknya mengidentifikasikan dan menempatkan dirinya pada posisi pihak terbimbing agar klien benar-benar secara bebas  dan terbuka mengekspresikan pikiran, perasaan, dan aspirasinya. Dengan demikian, untuk menjadi pembimbing syaratnya  harus benar-benar seorang yang demokrat sejati, yang menyukai serta mau mendengarkan dan memahami pendapat orang lain. Syarat keahlian sebagai spesialis tidak terlalu ketat dituntut karena tanggung jawab terakhir terletak ditangan pilihan terbimbing sendiri, dimana pembimbing hanya bersifat membantu menciptakan a favourable condition (kondisi yang tepat)

            Ditinjau dari segi landasar teoretiris dan pelaksanaannya didalam praktik, kedua sistem pendekatan itu mempunyai kebaikan atau keampuhan dan kelemahanya masing-masing. Pendekatan direktif, kebaikannya mungkin lebih terarah, waktu dapat lebih singkat, dan hasilnya lebih sesuai dengan yang diharapkan oleh pembimbing dan orang dewasa pada umumnya. Namun kelemahan yang terasa kurang demokratis, serta kemungkinan penerimaan saran-sarannya oleh klien tanpa dipahami dan disadarinya. Sedangkan pendekatan Non-directif, kebalikannya memang memajukan paham dan pandangan serta cara hidup demokratis. Yang terpenting, pengalaman klien dalam proses pemecahan masalahnya akan transferable, kalau ia menghadapi masalah yang serupa. Kelemahannya, benar kemungkinan pendekatan ini memakan waktu yang lebih lama dan hasil-hasil alternatif pemecahannya boleh jadi tidak selalu selaras dengan apa yang diharapkan oleh pihak pembimbing dan orang dewasa normal pada umumnya
            Oleh karena itu, bagi para guru atau pembimbing yang tidak bermaksud menjadi penganut yang fanatik pada salah satu dari kedua paham yang seakan-akan berlawanan itu, dalam praktiknya lebih baik mempergunakan sebagai teknik pendekatan secara elektik, yaitu kita gunakan secara kombinasi atau bergantian menurut keperluannya. Misalnya bila kita berhadapan dengan kasus-kasus  yang terdiri atas anak-anak, orang-orang yang kita pandang kurang mampu untuk melakukan pertimbangan dalam memilih atau memutuskan sesuatu atau keadaan yang memaksa, seperti terbatasnya waktu, dan sebagainya, mungkin lebih tepat menggunakan teknik pendekatan direktif. Sedangkan bagi klien lainnya, mungkin saja kita pergunakan teknik pendekatan non-direktif.

b)      Beberapa Teknik Layanan Bimbingan.
Langkah-langkah kegiatan layanan bimbingan berpusat pada dua kegiatan pokok, yaitu :
1.      Pertama, menghimpun data dan informasi lengkap dan seobjective mungkin, baik secara lansung dari klien yang bersangkutan maupun dari sumber-sumber lainnya sesuai dengan tahapan layanannya.
2.      Kedua, menciptakan hubungan yang baik dengan klien, memberikan informasi yang meyakinkannya, membantunya dalam proses melakukan pilihan dan pengambilan keputusan mengenai rencana-rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
     
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan dan Saran

1.     Kesimpulan

Layanan bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu tertentu. Dengan layanan bimbingan kita dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian diri, baik terhadap diri sendiri maupun  terhadap lingkungannya. dalam konteks lain dikatakan pula bahwa kegiatan bimbingan bukan suatu tindakan yang dilakukan ketika atau secara kebetulan, melainkan suatu rangkaian kegiatan yang berkesinambungan, mulai dari usaha identifikasi terhadap permasalahannya sampai kepada penyelesaiannya secara tuntas, yang mungkin memerlukan beberapa tahap kegiatan, melibatkan banyak orang dan sejumlah instrument, serta fasilitas yang diperlukan dengan menggunakan berbagai metode atau teknik pendekatan yang sesuai dan sebagai tujuan atau sasaran akhir yang hendak dicapai oleh layanan bimbingan itu identik dengan apa yang menjadi tujuan layanan instruksional dan layanan sekolah lainnya, yaitu tercapainya tingkat perkembangan individu secara optimum sesuai dengan abilitas, minat, dan kebutuhan-kebutuhannya.

2.     Saran

Penulis merasa bahwa dalam penulisan makalah masih sanagat terbatas penjelasannya oleh karna jika ada kiranya penulis lain yang tertarik menulis dengan judal yang sama dalam tuliasan ini, sangat diharapkan agar penjesan mengenai Bimbingan Belajar dapat lebih sempurna dan fariatif sehingga pembaca dapat memahaminya dengan lebih sempurna.


DAFTAR PUSTAKA
           

Abin, S.M. (1974) The Importance of Guidance Service in Education. Bandung:     LPPD-IKIP
Mortensen, D.G. and Schmuller, A.M (1959). Guidance in To days school. N.Y. : John Wiley ang Sons.
Robinson, F.P. (1950). Principles and Procedures in Student Counseling. N.Y : Harper ang Brother.
Rogers, C.R. (1942). The Work of Counselor. N.M. : Appleton-Century Croft.


1 comment:

  1. Assalamualaikum... Bagi teman teman yang ingin ada'kan pengaduan/keluhan tentang istansi pemerintahan silah'kan hub ke pusat langsun ke bpk Dr Herman M. Si profil beliau selaku direktur aparatur sipil negara di BKN pusat jakarta no hp beliau 0853-2174-0123 siapa tau beliau bisa membantu anda seperti saya yang dulu'nya sebagai anggota honorer yang tak ada henti'nya megabdi, tapi alhamdulillah berkat bantuan beliau skrg saya seperti dalam mimpi yang tak pernah di duga dan skrg saya sudah jadi PNS ( pegawai negeri sipil )
    .......Alhamdulillah berkat bantuan bpk DR HERMAN M. Si

    ReplyDelete

Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.