MAKALAH BIMBINGAN BELAJAR (BAHAN MATA KULIAH EDUCATIONAL PSYCHOLOGY - S2)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga pendidikan pada umumnya dan
sekolah-sekolah pada khususnya merupakan tumpuan harapan para orang tua, siswa,
dan warga masyarakat guna memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan
sifat-sifat kepribadian utama sebagai sarana pengembangan karier, peningkatan
status sosial dan bekal hidup lainnya di dunia kini dan di akhirat nanti.
Sesungguhnya di sekolah telah mencoba
mengkombinasikan aspirasi dan pandangan-pandangan masyarakat tersebut kedalam
tujuan-tujuan instruksionalnya. Selanjutnya secara operasional, diterjemahkan
ke dalam tujuan-tujuan kurikuler dan instruksional. Pada akhirnya, semua
aspirasi itu terletak di bahu dan tangan guru karna merekalah yang diberi
tugas, wewnang, dan tanggung jawab pelaksanaan operasional pendidikan dan
pengajaran tersebut.
Meskipun para guru melancarkan segala
kompetensinya (antara lain menguasai bahan, memahami sasaran didik mengelola
program, menggunakan strategi dan metode, mengelola kelas
serta kegitan belajar mengajar dengan menggunakan alat bantunya), namun dari bebrapa sumber
informasi dapat diketahui bahwa jumlah atau presentase siswa yang tergolong harus mengulang atau putus
sekolah (terutama untuk tingkat sekolah dan pendidikan tinggi) ternyata
cukup tinggi. Meskipun tidak seluruhnya putusan bersumber pada kelemahan segi akademis (Bruner dalam
Abin: 1974) karna faktor sosial ekonomis dan antropologis.
Dalam sistim pendidikan kita, masih bisa dikatakan tradisional karna
meskipun para guru sebenarnya telah mengetahua keragaman kualifikasi siswa
yakni siswa cepat, siswa normal dan siswa lambat namun, karna mereka dikejar
oleh suatu pandangan yang mengharuskan bahan pelajaran diselesaikan pada waktu
yang ditetapkan, maka mereka tidak sempat para siswa tertentu yang sebenarnya
memerlukan perhatian khusus dalam proses belajar mengajar sehari-hari.
Maka dari beberapa penjabaran di atas maka
penulis memendang perlu untuk membahas pentingnya program bimbingan belajar
yang nantinya dapat bermanfaat untuk menimalisir kesenjangan kemampuan dan peningkatan kualitas anak didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Layanan Bimbingan
(Guidance Service)
Para ahli mendefinisikan layanan bimbingan
itu dengan cara yang bervariasi, namun selalu menunjukkan kepada hakikat,
tujuan dan prosedur yang serupa, yang secara ringkasnya dapat dikemukakan
sebagai berikut.
Layanan
bimbingan (guidance services) merupakan
bantuan yang diberikan kepada individu tertentu.
Layanan
bimbingan bertujuan agar yang bersangkutan dapat mencapai taraf perkembangan dan
kebahagiaan secara optimal.
Dengan
layanan bimbingan kita dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman,
penerimaan, pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian diri, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap terhadap lingkungannya.
Dalam kaitannya dengan proses belajar-mengajar,
pengertian layanan bimbingan yang bersifat umum tersebut di atas, dapat
dijelaskan lebih lanjut sebgai berikut.
1.
Layanan bimbingan merupakan bantuan kepada
indifidu tertentu.
Pernyataan
bahwa layanan bimbingan hanya bersifat bantuan, mengandung arti bahwa guru
(pembimbing) bukan mengambil over masalah dan tugas, serta tanggung jawab pemecahan
dari siswa (terbimbing), melainkan hanya menciptakan kondisi yang memungkinkan
siswa dapat memecahkan permasalahannya dengan tanggung jawab sendiri (pada
akhirnya). Adapun pertanyaan yang menegaskan bahwa layanan bantuan itu hanya
diberikan kepada individu tertentu, menunjukan bahwa bantuan itu hanya
diberikan kepada siswa terbimbing yang dipandang memang benar-banar
memerlukannya. Meskipun tidak dapat disangkal, seperti kata Robinson (1946:
1-6) bahwa setiap siswa sebenarnya potensial untuk menghadapi masalah baik
disadari maupun tidak disadari. Sampai batas tertentu, mungkin mereka dapat
menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Atau, memang tidak mampu menyadari
bahwa ia sesungguhnya memerlukan bantuan orang lain. Dengan kata lain, meskipun
layanan bimbingan itu sebenarnya diperlukan oleh semua siswa di sekolah, namun
para guru seyogianya mendahulukan mereka yang benar-benar dipandang memerlukannya
(seperti mereka yang tergolong kepada kelompok unqualified, underachievers, slow learness, repeaters, dan
sebagainya).
2. Dengan layanan bantuan itu diharapkan agar
individu yang bersangkutan dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagian
yang obtimal.
Seperti
yang dikatakan oleh Mortenseen dan Schmuller (1945:6:8) bahwa tujuan atau
sasaran akhir yang hendak dicapai oleh layanan bimbingan itu identik dengan apa
yang menjadi tujuan layanan instruksional dan layanan sekolah lainnya, yaitu tercapainya
tingkat perkembangan individu secara optimum sesuai dengan abilitas, minat, dan
kebutuhan-kebutuhannya. Kalau dikaitkan dengan pendapat Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan berarti kemampuan
optimal ialah terlaksananya tugas-tugas tersebut sesuai dengan tuntunan dan
tahapan perkembangan yang bersangkutan. Kalau dikaitkan dengan prinsip teori
mastery learning, berarti yang dimaksud dengan perkembangan optimum tercapainya
taraf penguasaan (mastery) secara optimal. Kalau dikaitkan dengan
taksonomi tujuan-tujuan pendidikan dari Bloom dan rekan-rekannya, perkembangan
optimal itu berarti tercapainya perubahan-perubahan perilaku sesuai dengan
minimum acceptable performance
seperti yang dinyatakan dalam TIK. Predikat istilah optimum dan bukan maksimum
yang digunakan, menunjukan bahwa pencapaian taraf perkembangan atau perubahan
perilaku itu bersifat kondisional, maksudnya bergantung pada pengaruh semua
faktor yang memberikan konstribusi yang ada bagi proses perkembangan tersebut.
Layanan bimbingan lebih lanjut aspek afektif dari perkembangan tersebut ialah
suatu penghayatan bahwa yang bersangkutan merasa berbahagia, dalam arti
terbebas dari perasaan-perasaan frustasi atau kecewa atau tertekan atau putus
asa sehingga terhindar dari akses-akses yang tidak diharapkan seperti yang
digambarkan, akibat sampingan dari sistem belajar mengajar tertentu yang kita
jalankan. Bahkan yang sangat diharapkan, seperti kata Smith (1951: 5), dengan
tercapainya perkembangan yang optimum melalui layanan bimbingan, siswa akan
lebih mampu menjadi anggota masyarakat yang efektif (efective member of society). Jadi, meskipun seorang siswa terpaksa
harus meninggalkan sekolah karena memang kemampuan akademisnya terbatas, ia
tidak perlu merasa kecewa, serta merugikan kepentingan kehidupan masyarakat.
Dengan kata lain, betapa pun rendah atau terbatasnya kecakapan yang dimiliki
seseorang, namun ia diharapkan akan rela menerima dirinya dan bertindak secara
produktif.
3.
Layanan bimbingan merupakan suatun proses
pengenalan, pemahaman, penerimaan, pengarahan, dan perwujudan penyesuaian diri.
Kata
proses, dalam konteks ini menunjukan bahwa kegiatan bimbingan bukan suatu
tindakan yang dilakukan ketika atau secara kebetulan, melainkan suatu
ranngkaian kegiatan yang berkesinambungan, mulai dari usaha identifikasi
terhadap permasalahannya sampai kepada penyelesaiannya secara tuntas, yang
mungkin memerlukan beberapa tahap kegiatan, melibatkan banyak orang dan sejumlah
instrument, serta fasilitas yang diperlukan dengan menggunakan berbagai metode atau
teknik pendekatan yang sesuai.
Robinson
(1950) menduga bahwa kemungkinan banyak siswa yang sering menemui kegagalan
dalam studinya disebabkan karena ia kurang mampu
a. Mengenal
dirinya, baik mengenai
segi-segi kelebihan atau kekurangannya, potensinya, minatnya, bakatnya, dan
sebagainya.
b. Karena tidak mengenali diri, ia juga sukar memahami dirinya, termasuk
kegagalan-kegagalan studinya
c. Karena tidak memahami diri, ia juga sukar menerima keadaan dirinya secara
obyektif, sesuai dengan kenyataan
d. Karena tiada pengetahuan, pemahaman, dan
penerimaan diri secara obyektif ia juga mengalami
kesukaran mengarahkan dirinya melalui proses pengujian, pemilihan, dan
pengambilan keputusan mengenai alternatif tindakan yang akan dilakukan secara
rasional
e. Karena tindakan-tindakannya yang kurang
terarah, ia juga sukar mewujudkan atau
merealisasikan atau mengaktualisasikan segala potensi yang ada pada dirinya
secara optimal
f. Akhirnya
yang bersangkutan mungkin akan sampai pada suatu kesulitan dalam melakukan
tindakan-tindakan yang sesuai (appropriate to, adjusted to,
acceptable for), baik terhadap
dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya (gurunya, temannya,
pelajarannya, orang tuanya, dan sebagainya).
Oleh karena
itu, rangkaian kegiatan layanan ini mungkin dapat berupa:
a. Pengumpulan
informasi/data mengenai
diri yang bersangkutan serta hal-hal yang relevan dan bertalian dengan dirinya
(inventory services).
b. Pemberian
informasi kepada yang
bersangkutan baik tentang keadaan dirinya, program-programnya, rencana
kariernya serta lingkungannya (information
services)
c. Penempatan
yang bersangkutan pada program-program/jurusan/bidang studi, kelas/kelompok
belajar jenis-jenis kegiatan, dan sebagainya yang sesuai dengan latar belakang dan kondisi objektif
dirinya (placement service)
d. Penyuluhan
dalam usaha meyakinkan
diri atas keadaan dirinya sehingga yang bersangkutan rela menerima dirinya,
menyadari masalah-masalah yang dihadapi dirinya, serta dapat mencari dan
memilih alternatif tindakan yang dipandang terbaik bagi dirinya (conseling services)
e. Sebagai orang yang bertanggung jawab, guru
atau pembimbing tentu mempunyai kewajiban moral untuk melakukan tindakan atau
usaha lanjutan seberapa jauh kemajuan-kemajuan yang tercapai atau tidak oleh
yang bersangkutan, guna menetapkan strategi layanan, bantuan lebih lanjut (evaluation and follow up services)
B. Jenis Layanan Bimbingan Dalam
Kaitannya Dengan PBM
Layanan
bimbingan penting diberikan kepada siswa tertentu. Tugas layanan seorang guru
tetap berporos pada terselenggaranya proses belajar mengajar (PBM). Oleh karena
itu, dari jumlah kemungkinan layanan tersebut, hanya beberapa yang benar-benar
berkaitan langsung dengan PBM. Tugas layanannya merupakan kompetensi dari
petugas layanan khusus bimbingan dan konseling guru (BK) di sekolah (school counselors).
Mengingat bahwa layanan BK juga erat
dengan layanan tugas dan kegiatan evaluasi sejalan dengan tahapan-tahapan
berlangsungnya PBM, sungguh bahwa layanan
kegiatan itu berjalan paralel dan berdampingan serta berurutan logis dengan
kegiatan-kegiatan evaluasi dan pengajaran dalam rangka suatu pola PBM yang
lengkap.
Kalau kita tinjau dari kerangka pola PBM
secara keseluruhan, maka jenis-janis tugas/pekerjaan BP dalam konteks PBM yang
dapat dan seyogianya dilakukan guru, antara lain :
a)
Pengumpulan
informasi mengenai diri siswa, khususnya mengenai entering behaviornya
(disposisi segi-segi kognitif, afektif dan psikomotornya) melalui pre-testing
mengenai kelemahan-kelemahan pola-pola sambutan belajar (response set and
readiness); melalui questioning dan observasi selama berlangsungnya proses
interaksi proses belajar-mengajar; dan mengenai tingkat penguasaan atau
prestasi belajarnya melalui post-test (inventory services).
b)
Memberikan
informasi tentang berbagai kemungkinan jenis program dan kegiatan yang sesuai dengan
karakteristik siswa yang bersangkutan (information services).
c)
Menempatkan
siswa dengan kelompok belajar atau memberikan program dan bahan, serta kegiatan
yang sesuai dengan yang sesuai dengan karakteristik siswa yang bersangkutan (placement
services).
d)
Mengidentifikasi
siswa yang diduga mengalami kesulitan atau hambatan dalam belajar, memberikan
bantuan segera, melakukan diagnosis lebih lanjut dan sebagainya (counceling services).
e)
Membuat
rekomendasi tentang kemungkinan-kemungkinan usaha selanjutnya dengan membuat
rekomendasi kepada petugas bimbingan (counselor) atau guru bidang studi lain
(khusus) atau ahli lain kalau dipandang perlu (referral).
f)
Melakukan
remedial teaching atau enrichment kalau memang guru yang bersangkutan memang
mempunyai keahlian dalam bidang studi yang dimaksud.
C. Prosedur dan Strategi Layanan
Bimbingan Belajar
a. Prosedur Umum Layanan Bimbingan
Pada umumnya layanan bimbingan itu menempuh tahapan kegiatan :
1.
Identifikasi kasus
Langkah ini ditujukan ke arah
menjawab pertanyaan : siapa siswa (individu atau sejumlah individu) yang dapat
ditandai atau diduga memerlukan layanan bimbingan ?
Pada taraf
usia/kelas dan kesadaran tertentu, siswa secara sukarela datang dan bertanya
kepada guru (pembimbing) untuk memperoleh bantuan pemecahan masalah / kesulitan
yang dirasakan atau dialaminya. Namun, pada umumnya ditingkat mahasiswa
perguruan tinggi sekalipun, seperti kata Robinson (1946: 3) masih banyak yang
merasa enggan untuk secara sukarela meminta layanan bimbingan. Berbagai dalih
dijadikan alasan, seperti perasaan malu kalau masalah pribadinya diketahui
orang lain, kurang yakin atau percaya bahwa guru atau pembimbing mampu
menyimpan rahasia pribadinya (confidential).
Atau, memang individu yang bersangkutan tidak atau kurang mampu menyadari bahwa
dirinya sedang mengalami suatu masalah. Atau, mencoba melakukan mekanisme
pertahanan diri meskipun sadar akan masalah yanh dihadapinya, tetapi ia
berusaha melupakan (repression) yang
pada hakekatnya merupakan penipuan terhadap dirinya sendiri, karena cara
tersebut tidak kunjung menyelesaikan masalah yang dihadapinya secara realistis.
Robinson
(1950:35-44) menyarankan cara-cara untuk memberikan motivasi kepada siswa
tersebut, antara lain sebagai berikut.
a.
Call them
approach. Melakukan wawancara dengan semua siswa (dari suatu
kelas/tingkat/kelompok tertentu) secara bergiliran. Dari hasil komunikasi
itulah kita akan memperoleh bahan siswa yang sebenarnya perlu dibimbing. Cara
ini juga sangat tepat untuk mengurangi kelemahan-kelemahan seperti rasa malu,
kurang percaya diri, dan sebagainya karena pada dasarnya semua siswa memperoleh
perilaku yang serupa.
b.
Maintain good
relations. Pendekatan ini dikenal juga sebagai open door policy, dimana diciptakan berbagai cara tidak langsung
untuk memperkenalkan berbagai jenis bantuan kesediaan guru atau pembimbing
untuk membantu siswanya, tidak terbatas pda hubungan belajar-mengajar di kelas
saja. Disarankan agar para guru di samping bertugas mengajar, juga diserahi
tugas-tugas mengkoordinasi dan atau menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang
melibatkan siswa dan guru atau pembimbing ke dalam situasi informal, seperti
rekreasi bersama, pertunjukan (social
evening), mengerjakan proyek-proyek kegiatan tertentu, mengadakan ceramah
tentang cara belajar-mengajar orang-orang, termasuk bagaimana cara memanfaatkan
orang-orang sumber (inklusif guru dan pembimbing) dan sebagainya. Dengan cara
demikian, jurang pemisah hubungan siswa dan guru itu diperkecil sehingga akrab
satu dengan lain. Dengan terciptanya keakraban dan saling pengertian ini,
setiap saat siswa yang mengalami masalah/kesulitan akan secara terbuka meminta
bantuan guru atau pembimbingnya.
c.
Developing a
desire for counseling. Kita menunggu sampai siswa merasakan adanya masalah
yang dirasakan sehingga siswa segera dan langsung dibawa ke arah penyadaran
akan masalah yang mungkin sedang atau akan dialaminya, misalnya dengan jalan:
1)
Mengadministrasikan test intelegensi, bakat, minat,
pre-test atau post-test dan sebagainya. Berdasarkan hasilnya, secara
konfidensial kita bicarakan dan tujukan kepada yang bersangkutan, baik segi
kebaikan maupun kelemahan, dan selanjutnya bagaimana kemungkinan jalan
keluarnya
2)
Mengadakan orientasi studi yang membicarakan dan
memperkenalkan karakteristik perbedaan individual, perbedaan karakteristik
berbagai program/bidang studi beserta implikasinya bagi cara belajar-mengajar
(termasuk kesulitan-kesulitannya) sehingga dapat dieksplorasi kemungkinan jalan
keluarnya
3)
Mengadakan diskusi mengenai suatu masalah, misalnya
beberapa kesulitan dalam mempelajari bahasa asing sehingga dalam diskusi
tersebut diharapkan secara spontan, individu-individu yang mengalami hal-hal
yang bersamaan dapat membicarakannya, dan akhirnya akan sampai kepada keperluan
bantuan guru bidang studi yang bersangkutan.
d.
Lakukan analisis terhadap prestasi belajar siswa atau
catatan harian guru mengenai beberapa siswa yang menunjukkan kelainan-kelainan
tertentu (rapid learness, slow learness,
trouble makers, dan sebagainya). Mungkin kita dapat membandingkan prestasi
belajar perorangan dari para siswa dengan prestasi kelompoknya atau kepada
siswa tertentu secara konfidensil ditujukan posisinya dan sekaligus diberikan
bimbingan mencari cara mengatasinya.
e.
Lakukan analisis sosiometris dengan memilih teman
terdekat di antara sesama siswa. Dengan demikian, kita juga dengan mudah
menemukan siswa mana yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social, yang
memerlukan bimbingan guru.
2.
Identifikasi masalah
Langkah ini ditujukan pada
arah menjawab pertanyaan : jenis masalah apakah yang dialami siswa dan
bagaimana karakteristik masalah tersebut ?
Secara umum, permasalahan yang dihadapi individu atau
kelompok individu mungkin menyangkut bidang-bidang : pendidikan (educational
problems), perencanaan karier atau jabatan (vocational problem), penyesuaian sosial
(social problems), pribadi (personal problems), emosional dan moralitas
(morality and emotional problems).
Dalam konteks
PBM, permasalahan dapat dilokalisasi dan dibatasi ditinjau dari tujuan – tujuan
proses belajar mengajar :
a. Secara substansial-material, hendaknya
dilokalisasi pada jenis bidang studi mana saja, pada bagian dan tingkat mana
dari sisi dan struktur bidang studi tersebut, dan sebagainya
b. Secara struktural-fungsional, permasalah
itu mungkin dapat dialokasikan pada salah satu jenis dan tingkat kategori
belajar.
c. Secara behavior, permasalahan mungkin
terletak pada salah satu jenis dan tingkat perilaku kognitif, afektif, dan
psikomotor
d. Mungkin pula terletak pada salah satu
aspek kepribadian : self-concept, self-esteem, sosialitas, emosionalitas,
moralitas, responsibilitas yang tercermin dalam salah satu jenis dan taraf
kesulitan seperti yang dinyatakan sebagai sasaran pokok bimbingin (pengenalan,
pemahaman, penerimaan, pengarahan dan penyesuaian diri).
Dilihat dari segi proses
belajar-mengajar sendiri mungkin letak permasalahannya berkaitan dengan salah
satu komponen :
a) Kurikuler; kesesuaian dengan
program/bidang studi/ materi pelajaran
b) Metodologis ; kesesuaian dengan strategis,
metode, dan teknik belajar-mengajar;
c) Administratif ; kesesuaian dengan cara
pengorganisasian sistem belajar-mengajar
d) Evaluatif ; kesesuaian dengan sistem
evaluasi belajar-mengajar
e) Iklim sosial ; hubungan dengan guru dan
sesama siswa
Cara yang dapat ditempuh pada
langkah ini, untuk mendeteksi masalah-masalah yang berkaitan dengan :
a. Tujuan-tujuan belajar-mengajar, antara
lain: (kalau mungkin) dengan diadakan tes-diagnostik; analisis hasil pekerjaan
tertulis (writen product analysis) : naskah bekas ulangan/ujian, lembaran
kerja/tugasnya, dan sebagainya
b.
Komponen-komponen
PBM, antara lain (kalau mungkin dengan diadakan tes tindakan) performance test disertai observasi,
daftar cek (checklist);bagan partisipasi (participation chart); penggunaan
sosiometri, diadakan wawancara dan sebagainya
3.
Diagnosis.
Dalam konteks PBM, kemungkinan
faktor penyebabnya terletak pada :
a. Raw input(siswa) : potential (inteligensi
dan bakatnya), developmental kematangan dan kesiapan (maturation and readness),
motivational (n-ach, aspirasi), emotional attitudinal(sikap), habitual
(kebiasaan), dan sebagainya
b. Enviromental input : iklim disekolah
(school climate), dirumah dan dimasyarakat
c. Tujuan-tujuan pendidikan : ukuran atau
keberhasilannya atau tuntutan kualifikasi yang harus dipenuhi
Berbagai cara yang dapat
ditempuh untuk memperoleh informasi/data yang relevan dengan kemungkinan
faktor-faktor penyebab diatas, antara lain :
a) Untuk mendeteksi para raw-input : (kalau
mungkin dan kalau memang perlu) diadakan tes psikologi (intelegensi, bakat),
skala penilaian sikap, wawancara bimbingan dengan yang bersangkutan, inventory,
dan sebagainya
b) Untuk mendeteksi instrumental-input; dapat
diadakan pengecekan atau review terhadap komponen-komponen sistem instruksional yang bersangkutan dengan
diadakan wawancara atau studi dokumenter, dan sebagainya
c) Untuk mendeteksi enviromental input; dapat
dilakukan observasi dengan analisis anecdotal records, kunjungan rumah (home
visit), wawancara dengan yang bersangkutan
4.
Mengadakan prognosis
Langkah ini diarahkan untuk
menjawab : apakah masalah yang dihadapi siswa (kasus) masih mungkin untuk
diatasi, serta adanya alternatif pemecahan yang mungkin untuk di tempuh ?
Bagian
pertama dari pertanyaan tersebut akan bisa dijawab dengan mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil- hasil langkah kedua, sehingga kita memperoleh
kesimpulan yang relatif definitif tentang jenis dan sifat permasalahan atau
kesulitan yang dialami manusia serta faktor-faktor yang menjadi penyebabnya.
Berdasarkan pertimbangan berat ringannya permasalah yang bersangkutan, barulah
kita memperkirakan apakah permasalah itu masih mungkin dipecahkan atau tidak.
Setelah
perkiraan mungkin tidaknya masalah terpecahkan selanjutnya kita perkirakan
berapa lama dan cara mana yang mungkin, serta oleh siapa (siswa sendiri, dengan
bantuan guru atau orang tua serta temannya atau petugas ahli yang lain seperti
konselor, psikolog, dokter, dan guru spesialis)
Proses
pengambilan keputusan pada tahap ini, seyogianya tidak dilakukan dengan
tergesa-gesa, serta sebaiknya melalui suatu atau serangakaian konferensi (pertemuan)
kasus (case conference) yang minimal secara confidensial dihadiri oleh guru
(pembimbing) dan siswsa (kasus) yang nbersangkutan. Bahkan, mungkin pula
mengundang ahli – ahli lain (psikolog, dokter, pekerja sosial, dan sebagainya
serta jabatan yang berkompoten) kepala sekolah, wali kelas dan sebagainya)
5.
Melakukan tindakan remedial atau membuat
referral (rujukan)
Kalau jenis dan sifat
permasalahan serta sumber permasalahannya masih bertalian dengan sistem belajar
mengajar dan masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan (dalam arti teknis
dan otoritas) para guru seyogiannya bantuan bimbingan itu dilakukan oleh guru
sendiri, namun, kalau permasalahnnya sudah menyangkut aspek-aspek kepribadian
yang lebih mendalam atau aspek-aspek yang lebih luas lagi (kesehatan mental,
medis, sosial, dan sebagainnya), maka selayaknya tugas guru hanya membuat
rekomendasi (refferal) kepada para petugas / ahli yang kompoten dalam bidang –
bidang tersebut
6.
Evaluasi dan Follow Up
Cara mana pun yang ditempuh,
evaluasi atas usaha pemecahan masalah tersebut seyogiannya dilakukan. Kalau
usaha bantuan remedial itu dilakukan oleh guru (pembimbing) sendiri, guru
(pembimbing) yang bersangkutan hendaknya
meneliti seberapa jauh pengaruh tindakan remedial (treatment) itu telah
menunjukan efek atau pengarah yang positif bagi pemecahan masalahnya. Kalau
remedial dilakukan oleh petugas/ahli lain, seyogyanya guru (pembimbing) meminta
laporan dari mereka.
Robinson (1950:96) mengemukakan beberapa kriteria keberhasilan
dan keefektifan layanan bimbingan itu antara lain sebagai berikut :
a. Kriteria keberhasilan yang tampak segera
(immediate criteri), diantaranya:
1) Apabila siswa telah mulai menyadari (to be
aware of) atas adannya masalah yang dihadapinya;
2) Apabila siswa(kasus) telah mulai memahami
(self insight, self-understanding) permasalahan yang dihadapinya
3) Apabila siswa (kasus) telah mulai
menunjukan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalah lainnya secara
objektif (self-acceptance);
4) Apabila siswa (kasus) telah mulai menurun
ketegangan emosionalnya(emotional stress release);
5) Apabila siswa (kasus) telah memulai
menunjukan sikap keterbukaan (openess) serta mau memahami dan menerima
kenyataan lingkungan;
6) Apabila siswa (kasus) telah mulai
berkurang dan menurun penentangannya terhadap lingkungan
7) Apabila siswa (kasus) mulai menunjukan
kemampunannya untuk mengadakan pertimbangan (reasoning), mengadakan pilihan
(choise) dan pengambilan keputusan (decision making) secara sehat dan rasional (sound and
rational)
8) Apabila siswa (kasus) bersangkutan telah
menunjukan kesediaan dan kemampuan untuk melakukan usaha-usaha/tindakan
perbaikan dan penyesuaian (adjustment), baik terhadap dirinya maupunterhadap
lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah
diambilnya
b. Kriteria keberhasilan dalam jangka panjang
(long term criteri):
1) Apabila (kasus) telah menunjukan kepuasan
dan kebahagiaan (happiness) dalam kehidupannya yang dibuahkan oleh
tindakan-tindakan dan usaha-usahanya
2) Apabila siswa (kasus) telah mampu menghindari secara preventif
kemungkinan-kemungkinan faktor yang dapat membawanya kedalam kesulitan
(preventif)
3) Apabila siswa (kasus) telah menunjukan
sifat-sifat yang kreatif dan konstruktif, produktif, dan kontributif secara
akomodatif sehingga ia diterima dan mampu menjadi anggota kelompok yang efektif
Cara – cara
yang ditempuh untuk memperoleh data/ informasi atas indikator-indikator
keberhasilan layanan bimbingan tersebut meliputi bermacam jenis, antara lain
dengan melakukan observasi selama kiontak atau interaksi dan komunikasi dalam
rangka bimbing atau berbagai kesempatan yang bersifat individu, melalui analisa
atau perubahan dalam prestasi belajar dengan penyesuaian dirinya (gains)
melalui analisa laporan siswa (kasus) yang bersangkutan (self-report,
invertories) orang tuanya dan pihak-pihak lain yang bersangkutan (guru lain,
pembimbing dan sebagainya)
Kalau indikator – indikator seperti digambarkan oleh
Robinso diatas , sampai batas waktu tertentu, ternyata masih belum tampak, maka
seyodianya guru atau pembimbing yang berkepentingan segera mengadakan peninjauan
kembali (review) atau alternatif pemecahan yang telah dilakukan tersebut.
Seandainya memang tidak menunjukan keampuhanya sama sekali, atau sangat lamban
terjadinya perubahan – perubahan kearah yang diharapkan.
b. Strategi Layanan Bimbingan
sekurang-kurangnya dapat dibedakan dua
cara pendekatan dalam menggariskan strategi layanan bimbingan, yaitu (1)
Berdasarkan jenis dan sifat kasus (case, client, counselee) yang dihadapinya;
dan (2) berdasarkan ruang lingkup bidang garapan dan pengorganisasiannya.
1)
Strategi Layanan Berdasarkan Kategori
Kasus dan Sifat Masalahnya
Sesuai dengan sifat
permasalahannya, layanan bimbingan dapat diberikan kepada siswa (kasus) sebagai
orang-seorang (individual) dan dapat pula diberikan kepada individu-individu
dalam situasi kelompok (group situation)
a) Layanan bimbingan kelompok,
diselenggarakan apabila : (1) terdapat sejumlah individu (siswa) yang mempunyai
kebutuhan atau permasalahan yang serup; atau (2) terdapat masalah yang dialami
oleh individu, namun menyangkut keperluan adanya hubungan orang lain (kerja
sama, toleransi, tenggang rasa, loyalitas, demokratis, menghargai pendapat
orang lain dan interaksi sosial yang lainnya). Bimbingan kelompok ini dapat
dilangsungkan secara formal seperti, diskusi, ceramah, remendial teaching,
sosiodrama, dan fisikodrama, role playling, home room program dan sebagainya.
Dapat pula dilakukan dalam situasi formal, seperti rekreasi bersama,
karyawisata, penyelenggaraan kegiatan pesta sekolah , student self goverment,
pesta olaraga, pesta atau pentas seni, peringatan hari-hari besar nasional,
keagamaan dan sebagainya. Berbagai alat bantu atau media pendidikan (film,
slide, gambar, dan sebagainya) dapat
digunakan. Dengan mengundang penceramah tamu seperti dikter, psikolog,
pengusaha, jabatan penemtapan tenaga kerja dan sebagainya
b) Layanan bimbingan individual (individual
counseling), akan lebih tepat digunakan kalau permasalahan yang dihadapi
individu itu lebih bersifat pribadi dan memerlukan proses-proses melakukan
pilihan, mengambil keputusan yang menuntut kesadaran, pemahaman, penerimaan,
usaha dan aspek emosional, moralitas, kesulitan belajar ( membaca, menulis, dan
sebagainya) yang memerlukan ketekunan dan usaha atau pelatihan yang saksama
dari individu yang bersangkutan. Layanan ini mungkin dapat dilakukan oleh guru
(remedial teaching), atau ahli lain (konselor, psikolog, dokter dan
sebagainya). Mungkin juga orang tua yang bersangkutan (kalau dipandang mampu
untuk itu)
2) Srategi Layanan Berdasarkan
Ruang Lingkup Permasalahan dan Pengorganisasiannya.
Mathewson (1955: 15)
mengidentifikasi tiga strategi umum (grand strategy) penyelenggaraan layanan
bimbingan, sebagai berikut :
a) The strategy guidance throughout the
classroom (strategi bimbingan melalui kegiatan kelas).
Bimbingan dipandang sebagai suatu proses eduktif yang constant,
dijalinkan dengan semua kegiatan intruksional. Setiap guru adalah petugas bimbingan, merupakan selogan dari strategi ini,
serta menjiwai seluruh pemikiran dan praktek layanan sehingga bimbingan dapat
dianggap terjadi dari menit ke menit, jam ke jam dan hari kehari disetiap kelas
dari setiap sekolah. Bimbingan ditekankan sebagai suatu prosesyang penting dan
berlangsung secara berkesinambungan sebagai suatu pengaruh yang memberikan
pengarahan yang menyenangkan bagi Pembina perilaku social, keefektifan pribadi dalam hidup sehari-hari, kemajuan dan
kompetensi akademis, serta pembinaan ini sangat bergantung pada minat dan
kemampuan pribadi guru-guru kelas yang bersangkutan
b) The strategy of guidance throughout
supplementary services (strategi bimbingan melalui layanan khusus yang bersifat
suplementer)
Bimbingan dilakukan oleh petugas khusus dan ditujukan guna mengatasi
masalah pokok secara terpilih. Bimbingan yang lebih bersifat bantuan dinerikan
kepada siswa sebagai individu dalam mengambil keputusan, mengadakan pilihan,
atau menemukan pengarahan dalam situasi-situasi khusus tertentu seperti
perencanaan dan persiapan karier dan pendidikan.
Strategi ini merupakan pola layanan bimbingan pendidikan dan vokasiona.
Meskipun dewasa ini kedalam strategi ini dimasukan pula mengenai
masalah-masalah penyesuaian pribadi dan soaial, namun pusat perhatian masih
tetap difokuskan kepada bidang garap terdahulu. Karakteristik strategis
bimbingan ini antara lain, layanan bersifat klinis dan dilakukan oleh para ahli
yang terlatih dan dipersiapkan khusus untuk itu dengan menggunakan teknik
wawancara yang sangat intensif dengan kasus yang bersangkutan.
c)
The Strategy of
guidance as a comprehensive process throughout the whole curriculum and
community (strategi bimbingan sebagai suatu proses yang komprehensif melalui
kegiatan keseluruhan kurikum dan masyarakat).
Strategi ini melibatkan semua komponen personalia sekolah, siswa, orang
tua, dan wakil-wakil masyarakat. Guru, counselor, dan petugas sekolah lainnya
bekerja sama sebagai suatu tim dengan para orang tua, para siswa dan
lembaga-lembaga masyarakat untuk lebih meningkatkan kemanfaatan kedua strategi
layanan yang disebutkan terlebih dahulu. Sudah jelas strategi ini disamping
memerlukan fasilitas yang lebih lengkap, juga menuntut terciptanya suatu
kerjasama yang harmonis diantara semua komponen yang terlibat di dalamnya serta
menghajatkan terciptanya jalinan hubungan sekolah dan masyarakat yang lebih
erat lagi.
D.
Beberapa Sistem dan Teknik Layanan Bimbingan
a) Beberapa Sistem Pendekatan Layanan
Bimbingan.
Sejak munculnya
karya karya Rogers, dalam bukunya yang berjudul Counseling and psychotheraphy
(1942), mulailah dikenal sistem pendekatan layanan bimbingan, yang disebut (1)
Directive Counseling dan (2) Non-directive
Counseling. Perbedaan utama di antara kedua pendekatan tersebut terletak
dalam landasan filosofi dan sistim nilai yang dianutnya, di mana pendekatan
Direktif lebih menitikberatkan kepada pemecahan masalahnya, sedangkan
pendekatan Non-Direktif mengutamakan
perhatian terhadap kasusnya sendiri.
1) Pendekatan Direktif. Pendekatan layanan
bimbingan ini dikenal juga sebagai bimbingan yang bersifat counselor centered.
Sifat tersebut menunjukan pihak pembimbing memegang peranan utama dalam proses
interaksi layanan bimbingan. Pembimbinglah yang yang berusaha mencari dan
menemukan permasalahan yang dialami kliennya. Kemudian pembimbing juga yang
mencari alternatif terbaik bagi pemecahannya. Pihak terbimbing hanya menerima
dan mengikuti atau melaksanakan apa yang disarankan pembimbingannya. Pembimbing
sangat bertanggung jawab atas pelaksanaan bimbingan tersebut dan terbimbing
sangat bergantung kepada bimbungannya. Sistem pendekatan layanan direktif ini,
terutama dianut oleh kaum psikonalis yang berasumsi bahwa pembimbing harus
lebih mampu (superior) dari pada kliennya yang sedang bermasalah, yang mungkin
kemampuan berpikirnya secara rasional mengalami gangguan. Justrus karena itulah
klien perlu memperoleh bimbingan. Karena itu, seorang pembimbing, seyogianya memperoleh
pendidikan dan pelatihan sehingga mencapai kualifikasi sebagai expert (ahli)
dalam bidangnya
2) Pendekatan Non-Directif. Pendekatan ini
dikenal juga sebagai layanan bimbingan yang bersifat Client-Centered. Sifat
tersebut menunjukan bahwa pihak terbimbing (client) diberikan peranan utama
dalam bidang interaksi layanan bimbingan. Pembimbing hanya bertugas menciptakan
situasi yang memungkinkan pihak terbimbing untuk mencoba mencari dan menemukan
inti permasalahan yang dialaminya dan alternatif terbaik bagi dirinya untuk
mengatasi masalahnya. Pembimbing hanya berbicara seperlunya, bila mana suatu
saat pihak klien menghadapi menghadapi jalan buntu, atau jalannya proses usaha
penemuan dan pemahaman serta penerimaan dirinya mengalaimi kelambanan atau
kekaburan. Dengan berbagai pertanyaan dari pihak pembimbing maka klien menjadi
terangsang dan bersemangat (encouraged) kembali dan terus berusaha hingga ia
mencapai taraf pemecahan yang diharapkan. Pendekatan bimbingan ini, seperti
telah dikemukakan, mulai dikembangkan oleh pengaruh client centered therapy
yang dilaporkan oleh Carl. R. Rogers, yang dikenal sebagai peletak dasar paham
Humanistik dalam bimbingan dan
pendidikan. Paham ini berasumsi bahwa pada diri setiap orang terdapat potensi
atau kemampuan untuk memahami dirinya dan terdapat suatu daya (dorong) untuk
maju dan berusaha mencari penyelesaian atas permasalahan yang dihadapinya.
Telah digariskan 19 proposisi atau kaidah yang merupakan kebulatan sebagai
teori kepribadian yang dijadikan pegangan oleh para penganut paham ini. Karena
itu, pembimbing hendaknya mengidentifikasikan dan menempatkan dirinya pada
posisi pihak terbimbing agar klien benar-benar secara bebas dan terbuka mengekspresikan pikiran,
perasaan, dan aspirasinya. Dengan demikian, untuk menjadi pembimbing
syaratnya harus benar-benar seorang yang
demokrat sejati, yang menyukai serta mau mendengarkan dan memahami pendapat
orang lain. Syarat keahlian sebagai spesialis tidak terlalu ketat dituntut
karena tanggung jawab terakhir terletak ditangan pilihan terbimbing sendiri,
dimana pembimbing hanya bersifat membantu menciptakan a favourable condition
(kondisi yang tepat)
Ditinjau dari segi landasar
teoretiris dan pelaksanaannya didalam praktik, kedua sistem pendekatan itu
mempunyai kebaikan atau keampuhan dan kelemahanya masing-masing. Pendekatan
direktif, kebaikannya mungkin lebih terarah, waktu dapat lebih singkat, dan
hasilnya lebih sesuai dengan yang diharapkan oleh pembimbing dan orang dewasa
pada umumnya. Namun kelemahan yang terasa kurang demokratis, serta kemungkinan
penerimaan saran-sarannya oleh klien tanpa dipahami dan disadarinya. Sedangkan
pendekatan Non-directif, kebalikannya memang memajukan paham dan pandangan
serta cara hidup demokratis. Yang terpenting, pengalaman klien dalam proses
pemecahan masalahnya akan transferable, kalau ia menghadapi masalah yang
serupa. Kelemahannya, benar kemungkinan pendekatan ini memakan waktu yang lebih
lama dan hasil-hasil alternatif pemecahannya boleh jadi tidak selalu selaras
dengan apa yang diharapkan oleh pihak pembimbing dan orang dewasa normal pada
umumnya
Oleh karena itu, bagi para guru atau
pembimbing yang tidak bermaksud menjadi penganut yang fanatik pada salah satu
dari kedua paham yang seakan-akan berlawanan itu, dalam praktiknya lebih baik
mempergunakan sebagai teknik pendekatan secara elektik, yaitu kita gunakan
secara kombinasi atau bergantian menurut keperluannya. Misalnya bila kita
berhadapan dengan kasus-kasus yang
terdiri atas anak-anak, orang-orang yang kita pandang kurang mampu untuk
melakukan pertimbangan dalam memilih atau memutuskan sesuatu atau keadaan yang
memaksa, seperti terbatasnya waktu, dan sebagainya, mungkin lebih tepat
menggunakan teknik pendekatan direktif. Sedangkan bagi klien lainnya, mungkin
saja kita pergunakan teknik pendekatan non-direktif.
b) Beberapa Teknik Layanan Bimbingan.
Langkah-langkah kegiatan layanan bimbingan
berpusat pada dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pertama, menghimpun data dan informasi
lengkap dan seobjective mungkin, baik secara lansung dari klien yang
bersangkutan maupun dari sumber-sumber lainnya sesuai dengan tahapan
layanannya.
2. Kedua, menciptakan hubungan yang baik
dengan klien, memberikan informasi yang meyakinkannya, membantunya dalam proses
melakukan pilihan dan pengambilan keputusan mengenai rencana-rencana tindakan
untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Layanan
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu tertentu. Dengan
layanan bimbingan kita dapat menjalani proses pengenalan, pemahaman,
penerimaan, pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian diri, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungannya. dalam
konteks lain dikatakan pula bahwa kegiatan bimbingan bukan suatu tindakan yang
dilakukan ketika atau secara kebetulan, melainkan suatu rangkaian kegiatan yang
berkesinambungan, mulai dari usaha identifikasi terhadap permasalahannya sampai
kepada penyelesaiannya secara tuntas, yang mungkin memerlukan beberapa tahap
kegiatan, melibatkan banyak orang dan sejumlah instrument, serta fasilitas yang
diperlukan dengan menggunakan berbagai metode atau teknik pendekatan yang
sesuai dan sebagai tujuan atau sasaran akhir yang hendak dicapai oleh layanan
bimbingan itu identik dengan apa yang menjadi tujuan layanan instruksional dan
layanan sekolah lainnya, yaitu tercapainya tingkat perkembangan individu secara
optimum sesuai dengan abilitas, minat, dan kebutuhan-kebutuhannya.
2. Saran
Penulis
merasa bahwa dalam penulisan makalah masih sanagat terbatas penjelasannya oleh karna
jika ada kiranya penulis lain yang tertarik menulis dengan judal yang sama
dalam tuliasan ini, sangat diharapkan agar penjesan mengenai Bimbingan Belajar
dapat lebih sempurna dan fariatif sehingga pembaca dapat memahaminya dengan lebih
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Abin, S.M. (1974) The
Importance of Guidance Service in Education. Bandung:
LPPD-IKIP
Mortensen, D.G. and Schmuller, A.M (1959). Guidance in To days school. N.Y. : John
Wiley ang Sons.
Robinson, F.P. (1950). Principles and Procedures in Student Counseling. N.Y : Harper ang
Brother.
Rogers, C.R. (1942). The Work of Counselor. N.M. : Appleton-Century Croft.
Assalamualaikum... Bagi teman teman yang ingin ada'kan pengaduan/keluhan tentang istansi pemerintahan silah'kan hub ke pusat langsun ke bpk Dr Herman M. Si profil beliau selaku direktur aparatur sipil negara di BKN pusat jakarta no hp beliau 0853-2174-0123 siapa tau beliau bisa membantu anda seperti saya yang dulu'nya sebagai anggota honorer yang tak ada henti'nya megabdi, tapi alhamdulillah berkat bantuan beliau skrg saya seperti dalam mimpi yang tak pernah di duga dan skrg saya sudah jadi PNS ( pegawai negeri sipil )
ReplyDelete.......Alhamdulillah berkat bantuan bpk DR HERMAN M. Si