Saat mahasiswa mulai menyusun skripsi, satu hal yang sering bikin bingung adalah: Apa sih gap penelitian itu, dan Bagaimana cara merumuskan kebaruan (novelty) dari topik yang dipilih. Gap penelitian dan kebaruan bukan cuma “hiasan” supaya proposalmu terlihat keren tapi inti supaya penelitianmu punya kontribusi yang nyata.
Jadi, apa itu gap penelitian? Singkatnya, gap penelitian adalah celah, kekurangan, atau area yang belum diteliti secara memadai oleh penelitian sebelumnya. Bisa berupa teori yang belum cocok diterapkan di konteks lokal, data yang belum lengkap, metode yang kurang mendalam, atau hasil-hasil sebelumnya yang saling kontradiktif. Sedangkan kebaruan adalah bagian dari penelitianmu yang menjawab gap itu—yang belum ada sebelumnya, atau menawarkan pendekatan baru, sudut pandang baru, konteks baru, serta pengembangan dari penelitian lama.
Fungsi atau tujuan mengejar gap & kebaruan ini antara lain: bahwa penelitianmu akan memberikan nilai tambah (bukan hanya replikasi), membantu memperluas ilmu di bidangmu, meningkatkan peluang diterimanya proposal atau artikel ilmiah, serta membuat skripsimu bermakna. Dosen pembimbing dan penguji biasanya mencari: “apa yang baru?”, “apa bedanya dengan penelitian yang sudah ada?”, “kenapa penelitian ini penting?”.
Kalau kamu lewatkan gap & kebaruan, akibatnya bisa lumayan serius: penelitianmu bisa dianggap biasa/biasa saja, kontribusinya dianggap minim; proposal bisa ditolak; kamu akan kesulitan menjawab pertanyaan di sidang; dan bahkan risetmu mungkin hanya mengulang penelitian sebelumnya tanpa membawa perkembangan berarti. Jadi, penting banget memperhatikan ini sejak awal.
Nah, berikut ini 7 hal utama yang sebaiknya kamu perhatikan agar gap penelitian & kebaruanmu kuat dan jelas:
1. Lakukan Review Literatur Secara Menyeluruh dan Terstruktur
Mulai dari jurnal internasional, nasional, skripsi/thesis terdahulu, laporan penelitian, dan sumber primer lainnya. Jangan cuma baca abstrak, tapi baca bagian pendahuluan, metode, hasil, diskusi, dan terutama bagian kelemahan/limitations & saran penelitian selanjutnya. Dari situ biasanya muncul petunjuk gap yang belum tersentuh.
Dalam bidang Teknik Sipil, gap penelitian sering muncul dari perbedaan kondisi lapangan di suatu wilayah dengan penelitian sebelumnya yang biasanya dilakukan di tempat lain. Misalnya, ada penelitian tentang penggunaan campuran aspal dengan limbah plastik yang sudah dilakukan di Pulau Jawa, dengan kondisi iklim dan lalu lintas tertentu. Namun, ketika hal yang sama diterapkan di Ambon atau wilayah timur Indonesia yang memiliki curah hujan lebih tinggi, kelembaban udara yang berbeda, serta kondisi jalan dengan tingkat pembebanan yang tidak sama, hasilnya bisa jadi berbeda. Inilah yang disebut population gap atau contextual gap—kondisi unik di daerahmu bisa menjadi celah penelitian. Dari sini, kebaruan yang bisa ditawarkan adalah: “menilai performa aspal dengan campuran limbah plastik pada kondisi iklim tropis basah di Ambon,” yang jelas belum pernah dibahas di penelitian sebelumnya.
Selain itu, gap juga bisa muncul dari metodological gap. Contohnya, penelitian tentang kekuatan beton ringan dengan campuran fly ash mungkin hanya menggunakan uji tekan (compressive strength). Padahal, dalam praktik teknik sipil, beton juga perlu diuji pada aspek durability seperti ketahanan terhadap serangan sulfat atau air laut, yang sangat relevan di daerah pesisir. Jika penelitian sebelumnya belum menyinggung uji ini, maka kamu bisa menjadikannya gap penelitian. Kebaruannya adalah menambahkan metode pengujian atau parameter baru, misalnya menguji beton ringan berbasis fly ash terhadap air laut dengan variasi waktu perendaman. Dengan begitu, penelitianmu bukan hanya mengulang, tetapi memberikan kontribusi tambahan yang sesuai kebutuhan teknik sipil di lapangan.
2. Perhatikan Kata Kunci dalam Publikasi Sebelumnya yang Menunjukkan Gap
Kata-kata seperti “however”, “lack”, “limited”, “not explored”, “few studies focus on…”, “inconsistency”, “need further research”, “gap in…” dan lain-lain. Kalimat-kalimat itu sering menunjukkan bahwa penelitian sebelumnya sendiri mengakui ada kekurangan yang bisa jadi gap untuk kamu eksplorasi.
Dalam bidang Teknik Sipil, memperhatikan kata kunci dalam publikasi sebelumnya adalah strategi jitu untuk menemukan gap penelitian. Biasanya, penulis artikel ilmiah secara tidak langsung sudah memberi “petunjuk” area yang masih bisa dieksplorasi. Kata-kata seperti limited, lack, atau few studies focus on… sering muncul di bagian literature review atau discussion. Misalnya, dalam jurnal tentang campuran beton dengan material daur ulang, penulis mungkin menuliskan “few studies focus on the long-term durability of recycled aggregate concrete in marine environments”. Kalimat itu adalah sinyal kuat bahwa meski penelitian sudah banyak membahas beton daur ulang, masih jarang yang meneliti ketahanannya di lingkungan laut. Bagi mahasiswa Teknik Sipil di daerah pesisir seperti Ambon, ini bisa langsung dijadikan celah penelitian: menguji kinerja beton daur ulang terhadap air laut dengan siklus perendaman berbeda. Dari situ, kebaruan penelitianmu jelas karena menjawab keterbatasan penelitian sebelumnya yang diakui sendiri oleh peneliti.
Contoh lainnya adalah pada penelitian tentang perkerasan jalan dengan campuran aspal modifikasi. Sebuah artikel bisa saja menyebutkan bahwa “there is still a lack of studies evaluating the performance of polymer-modified asphalt under heavy rainfall conditions”. Dari kalimat ini, mahasiswa Teknik Sipil bisa langsung menangkap bahwa gap penelitian ada pada kondisi iklim dengan curah hujan tinggi. Jika penelitian sebelumnya banyak dilakukan di daerah beriklim kering atau sedang, kamu bisa menambahkan konteks tropis basah sebagai fokus kebaruan. Misalnya, skripsi bisa diarahkan untuk meneliti daya tahan aspal modifikasi polimer terhadap pengaruh curah hujan tinggi dan suhu tropis basah. Hal ini bukan hanya memperjelas kontribusi penelitian, tetapi juga membuat skripsi relevan dengan kondisi nyata di lapangan, khususnya di wilayah Indonesia bagian timur. Dengan begitu, hanya dari membaca kata-kata kunci seperti lack atau limited, mahasiswa sudah bisa menemukan arah penelitian yang jelas, relevan, dan memiliki novelty yang kuat.
3. Identifikasi Jenis-Jenis Gap yang Ada
Tidak semua gap itu sama. Beberapa jenis gap yang umum:
- Theoretical gap (teori belum cocok / kurang memadai)
- Empirical gap (kurang data lapangan atau data empiris yang kuat)
- Methodological gap (metode yang digunakan sebelumnya punya keterbatasan)
- Population gap (populasi atau sampel belum mencakup kelompok tertentu)
- Evidence gap, knowledge gap, dan juga conflict gap (jika ada hasil penelitian yang kontradiktif)
Pertama, theoretical gap dan empirical gap sering jadi pintu masuk paling jelas untuk skripsi Teknik Sipil. Theoretical gap muncul ketika kerangka teori atau model yang sering dipakai tidak cocok dengan fenomena lokal atau belum menjelaskan perilaku material/struktur tertentu, misalnya model konstitutif tanah yang banyak dipakai dibuat untuk tanah berjenis lempung sedang di Eropa, sehingga kurang akurat bila diaplikasikan pada tanah laterit atau tanah berlumpur pesisir di Ambon; kebaruannya bisa berupa “mengadaptasi atau mengembangkan model konstitutif yang mempertimbangkan karakteristik laterit tropis basah”. Empirical gap terjadi saat data lapangan atau bukti eksperimen belum memadai: contoh nyata di Teknik Sipil adalah kurangnya data jangka panjang tentang ketahanan beton daur ulang terhadap korosi akibat air laut atau minimnya monitoring performa perkerasan jalan yang memakai campuran aspal-modifikasi plastik di daerah beriklim tropis basah. Solusi penelitian yang menawarkan kebaruan misalnya melakukan studi lapangan terinstrumentasi selama 12–24 bulan (strain gauge, accelerometer, pengukuran kedalaman rutting, sampling chloride diffusion) untuk membuktikan perilaku nyata material tersebut, atau melakukan uji laboratorium lanjutan (uji difusi klorida, uji ketahanan sulfat, uji siklus perendaman) yang dikombinasikan dengan validasi lapangan — itu langsung menjawab empirical gap sekaligus jadi novelty karena data lokal dan durasi observasinya berbeda dari studi sebelumnya.
Kedua, methodological gap, population gap, serta evidence/ conflict gap sering muncul dan sangat berguna untuk dirumuskan jadi kebaruan praktis. Methodological gap contohnya bila penelitian terdahulu cuma pakai uji tekan statis untuk beton sedangkan dalam praktik struktur mengalami pembebanan siklik (gempa), kamu bisa mengisi gap dengan kombinasi uji cyclic triaxial/ resonant column untuk tanah atau dynamic load test pada struktur, atau memakai pemodelan numerik (FEM) dipadukan dengan eksperimen untuk validasi. Population gap muncul kalau sampel penelitian sebelumnya terbatas pada jalan arteri perkotaan, sementara kondisi jalan pedesaan (low-volume roads) yang memakai material lokal belum diteliti; kebaruan di sini bisa berupa “studi pertama pada low-volume roads di wilayah X dengan variasi substrat tanah dan volume lalu lintas rendah”. Sedangkan evidence/ conflict gap terjadi saat literatur menunjukkan hasil yang bertentangan misalnya beberapa studi menyatakan penambahan fly ash meningkatkan durability beton, namun studi lain menemukan penurunan performa di lingkungan laut, cara menyikapinya: lakukan meta-analisis atau eksperimen terkontrol yang mereplikasi kondisi berbeda dan jelaskan faktor pengubahnya (variabel moderator seperti kadar garam, rasio air-semen, curing time). Untuk rumusan kebaruan yang kuat di skripsi Teknik Sipil, tulis eksplisit jenis gap-nya, metode yang kamu pakai untuk menutupinya (mis. kombinasi uji laboratorium + monitoring lapangan + pemodelan numerik), dan kontribusi praktisnya (mis. pedoman pemilihan campuran untuk konstruksi pesisir atau rekomendasi desain perkerasan untuk curah hujan tinggi).
4. Gunakan Perbandingan Konteks / Lokasi / Waktu yang Unik
Kadang penelitian sudah dilakukan, tapi misalnya di negara lain, budaya lain, periode waktu yang berbeda, kondisi sosial ekonomi yang berbeda. Mengambil konteks lokal (kampusmu, komunitasmu, kondisi wilayahmu) bisa menjadi sumber gap/kebaruan yang bagus.
Menggunakan perbandingan konteks/lokasi/waktu itu pada dasarnya memanfaatkan perbedaan nyata antara tempat atau periode yang satu dengan yang lain untuk menemukan celah penelitian yang relevan di Teknik Sipil. Artinya, bukan sekadar mengulang studi yang sudah ada, tapi bertanya: “Apakah temuan itu berlaku juga di kondisi X (iklim, jenis tanah, praktik konstruksi, beban lalu lintas, paparan laut)?” Contohnya konkret: banyak studi tentang campuran aspal termodifikasi dilakukan di daerah beriklim sedang dengan curah hujan rendah, sementara di Ambon atau wilayah pesisir tropis basah, curah hujan tinggi dan kelembapan bisa mempercepat degradasi aspal sehingga perilaku rutting, stripping, dan kehilangan kekuatan berbeda. Jadi gap-nya: belum ada evaluasi performa jangka panjang aspal termodifikasi pada kondisi tropis basah dengan drainase lokal yang terbatas. Atau contoh lain: penelitian tentang beton dengan agregat daur ulang mungkin menunjukkan kekuatan tekan yang memadai pada uji laboratorium di daratan, tetapi belum diuji pada kondisi eksposur air laut dan siklus basah-kering yang khas daerah pesisir — gap yang bisa ditutup dengan uji difusi klorida, uji siklus perendaman, dan monitoring korosi tulangan di lapangan. Bahkan model konstitutif tanah yang dikembangkan untuk tanah alluvial di wilayah temperate seringkali tidak akurat bila diaplikasikan pada laterit atau tanah gambut pesisir; itu membuka peluang untuk mengadaptasi atau mengkalibrasi model numerik (FEM) berdasarkan data SPT, konsolidasi, dan uji triaksial siklik dari lokasi setempat. Intinya: bandingkan kondisi studi sebelumnya dengan kondisi lokal (iklim, mineralogi tanah, praktik konstruksi, beban) dan tunjukkan secara spesifik variabel apa yang kemungkinan besar berubah, itu sudah merupakan temuan gap yang kuat.
Dalam merumuskan gap dan kebaruan dari pendekatan konteks/lokasi/waktu, praktisnya kamu harus menulis dua hal jelas: (1) apa yang belum diteliti di konteks yang kamu pilih, dan (2) apa yang kamu tambahkan atau ubah sehingga hasilnya baru dan berguna. Format singkatnya misal: “Meski beberapa studi telah mengevaluasi X di [negara/daerah A], belum ada studi yang mengevaluasi X pada kondisi [curah hujan > Y mm/tahun / tanah laterit / paparan air laut tinggi / low-volume road] di [lokasi B]; penelitian ini akan mengisi gap tersebut dengan melakukan kombinasi uji laboratorium (uji tekan 28/90 hari, uji difusi klorida, uji siklus perendaman), monitoring lapangan terinstrumentasi (strain gauge, LVDT, pengukuran kedalaman rutting selama 12–24 bulan), dan pemodelan numerik untuk generalisasi hasil.” Contoh kalimat kebaruan: “Kebaruan penelitian ini terletak pada penyajian data jangka panjang eksposur laut pada beton daur ulang di zona pesisir tropis dan rekomendasi campuran yang disesuaikan untuk standar desain lokal.” Secara metodologis, novelty juga bisa datang dari membandingkan waktu (pre- vs post-intervention), memanfaatkan data historis iklim untuk menilai dampak perubahan iklim pada umur layanan infrastruktur, atau menerapkan protokol uji yang dipercepat namun divalidasi dengan data lapangan lokal. Akhirnya, pastikan klaim kebaruan dihubungkan dengan kontribusi praktis (mis. rekomendasi untuk desain perkerasan, pedoman pemilihan material lokal, atau adaptasi model tanah) dan selalu sertakan batasan studi agar pembimbing dan pembaca paham skalanya — gap yang jelas + rencana metode yang realistis = novelty yang meyakinkan.
5. Cek Inkonsistensi dan Hasil yang Berbeda dari Penelitian Sebelumnya
Jika penelitian-sebelumnya dengan topik mirip menghasilkan hasil yang tidak sama (mis. satu menyatakan variabel A berpengaruh, yang lain tidak; atau metode berbeda menghasilkan kesimpulan berbeda), itu adalah peluang bagus untuk gap penelitianmu. Kamu bisa memilih untuk mengklarifikasi kenapa perbedaan itu muncul, atau mencoba mengkombinasikan pendekatan agar lebih meyakinkan.
Dalam bidang Teknik Sipil, inkonsistensi hasil penelitian adalah salah satu celah (gap) yang paling menarik untuk digali. Inkonsistensi muncul ketika penelitian sebelumnya dengan topik serupa menghasilkan temuan yang berbeda atau bahkan bertolak belakang. Misalnya, beberapa studi tentang penggunaan fly ash sebagai bahan tambah beton menemukan bahwa penambahan fly ash dapat meningkatkan kuat tekan dan ketahanan terhadap serangan sulfat, sementara penelitian lain justru menunjukkan penurunan performa ketika fly ash digunakan dalam proporsi tertentu. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kualitas fly ash, rasio air-semen, metode curing, atau bahkan kondisi lingkungan pengujian. Di sinilah peluang gap penelitian muncul: skripsi bisa diarahkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab inkonsistensi tersebut dengan cara mengontrol variabel-variabel tertentu atau menggunakan metode analisis yang lebih detail. Dengan begitu, kebaruan penelitianmu akan jelas, yakni memberikan klarifikasi atas kontradiksi hasil penelitian sebelumnya sekaligus menawarkan rekomendasi praktis yang lebih bisa diandalkan di lapangan.
Contoh lainnya bisa dilihat pada penelitian tentang kinerja campuran aspal modifikasi. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa penggunaan polimer tertentu (misalnya styrene-butadiene-styrene) mampu meningkatkan ketahanan terhadap rutting pada temperatur tinggi, namun studi lain melaporkan bahwa polimer yang sama justru tidak terlalu signifikan meningkatkan ketahanan ketika diaplikasikan pada iklim tropis dengan curah hujan tinggi. Perbedaan hasil ini bisa jadi berasal dari variasi metode pengujian (uji Marshall vs uji rutting wheel tracking), jenis agregat yang digunakan, atau kondisi lingkungan yang berbeda. Mahasiswa Teknik Sipil bisa menjadikan inkonsistensi ini sebagai fokus penelitian dengan merancang eksperimen baru yang membandingkan kedua kondisi secara langsung atau bahkan menggabungkan metode pengujian berbeda untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensif. Kebaruan yang ditawarkan adalah penjelasan yang lebih utuh mengenai bagaimana aspal modifikasi berperilaku dalam konteks iklim tropis basah serta rekomendasi standar pengujian yang lebih sesuai untuk kondisi lokal. Dengan begitu, skripsi tidak hanya menambah data, tetapi juga menyelesaikan kebingungan ilmiah yang ada.
6. Pertimbangkan Metode / Pendekatan Baru
Gap tidak selalu soal topik baru, tapi bisa juga soal menggunakan metode baru, kombinasi metode, teknologi baru, pendekatan analisis yang lebih baik. Misalnya penelitian sebelumnya hanya kuantitatif, kamu bisa kombinasi ke kuantitatif + kualitatif. Atau sebelumnya survei, kamu gunakan eksperimen atau studi lapangan yang lebih mendalam.
Dalam penelitian Teknik Sipil, gap tidak selalu harus muncul dari topik yang benar-benar baru, melainkan bisa juga dari metode atau pendekatan yang digunakan. Banyak skripsi atau penelitian sebelumnya mungkin hanya memakai metode yang “biasa” atau sederhana, seperti uji laboratorium dengan parameter tertentu saja. Padahal, dalam praktik di lapangan, kondisi material atau struktur jauh lebih kompleks. Misalnya, penelitian tentang kekuatan beton dengan bahan tambah silica fume biasanya hanya menguji kuat tekan pada umur 28 hari. Nah, di situ ada ruang gap: penelitian baru bisa menambahkan pendekatan lain seperti uji tarik belah, uji kuat lentur, atau bahkan uji durabilitas (misalnya resistensi terhadap serangan sulfat atau klorida). Dengan menambah metode ini, hasil penelitian akan lebih komprehensif dan kebaruannya jelas: bukan cuma mengetahui beton kuat atau tidak, tetapi juga tahu bagaimana kinerja jangka panjangnya pada kondisi nyata. Contoh lainnya, jika sebelumnya hanya menggunakan analisis kuantitatif berupa uji laboratorium, kamu bisa memperkaya dengan pendekatan kualitatif, misalnya wawancara dengan kontraktor atau praktisi tentang kendala penggunaan material tersebut di lapangan. Kombinasi metode ini akan menghasilkan penelitian yang lebih bernilai praktis.
Selain itu, penggunaan teknologi atau pendekatan baru juga bisa menjadi sumber novelty yang kuat. Misalnya, studi tentang perkerasan jalan biasanya menggunakan uji Marshall untuk mengevaluasi stabilitas dan flow. Namun, ada metode baru seperti wheel tracking test atau dynamic modulus test yang memberikan gambaran lebih realistis tentang kinerja campuran aspal di bawah beban berulang. Jika penelitian sebelumnya hanya terbatas pada metode Marshall, skripsi bisa mengisi gap dengan menguji sampel yang sama menggunakan kedua metode dan membandingkan hasilnya. Atau pada bidang mekanika tanah, penelitian lama mungkin menggunakan uji triaxial konvensional, sementara penelitian baru bisa memanfaatkan perangkat resonant column test untuk mengukur sifat dinamik tanah, yang sangat relevan untuk desain tahan gempa. Kebaruan ini tidak sekadar memperluas data, tapi juga menunjukkan penerapan teknologi yang lebih mutakhir dan relevan dengan kebutuhan infrastruktur di Indonesia, khususnya di daerah rawan gempa atau iklim ekstrem. Dengan kata lain, kebaruan dari sisi metode membuka peluang besar bagi mahasiswa Teknik Sipil untuk menghasilkan skripsi yang lebih bernilai, meskipun topiknya sudah sering diteliti.
- Gap dijelaskan: “apa yang belum diketahui / kurang / berbeda”
- Kebaruan dijelaskan: “apa yang akan kamu lakukan berbeda / tambahan yang kamu tawarkan”
- Relevansi gap & kebaruan terhadap tujuan penelitianmu
- Kontribusi ilmiah & praktis dari kebaruan itu
Pertama, saat merumuskan gap kamu harus menyatakan dengan gamblang apa yang belum diketahui / kurang / berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya; jangan hanya ngomong “masih sedikit penelitian”, tapi tunjukkan spesifiknya: ruang lingkup (lokasi, populasi, kondisi), variabel yang belum dipelajari, atau keterbatasan metode. Contoh di Teknik Sipil: bukannya menulis “penelitian tentang aspal-modifikasi terbatas”, tulis: “Meskipun beberapa studi melaporkan peningkatan ketahanan rutting untuk polymer-modified asphalt di iklim sedang, belum ada studi yang mengevaluasi performa jangka panjang (monitoring lapangan 12–24 bulan) dari polymer-modified asphalt pada kondisi tropis basah dengan drainase lokal terbatas seperti di Ambon.” Itu jelas menunjukkan konteks (tropis basah), ukuran waktu (12–24 bulan), dan jenis bukti yang kurang (monitoring lapangan). Contoh lain: untuk beton daur ulang, gap bisa dirumuskan: “Penelitian terdahulu banyak menguji kuat tekan 28 hari, namun masih minim data tentang laju difusi klorida dan waktu inisiasi korosi tulangan pada beton agregat daur ulang yang diekspos air laut; belum ada studi lapangan terinstrumentasi yang mengkorelasi hasil uji laboratorium (uji difusi, uji siklus perendaman) dengan kondisi eksposur nyata.” Untuk menegaskan kebaruan, langsung tulis apa yang berbeda yang kamu lakukan: “Kebaruan penelitian ini terletak pada kombinasi monitoring lapangan 18 bulan + uji difusi klorida terakselerasi + pemodelan numerik (FEM) untuk memprediksi waktu inisiasi korosi pada beton daur ulang di zona pesisir.” Gunakan frasa-frasa siap-pakai seperti: “Meskipun …, belum ada studi yang …”, “Penelitian ini mengisi gap dengan …”, atau “Kebaruan penelitian ini adalah …”. Lalu pastikan kata-kata itu diikuti oleh bukti/parameter yang bisa diverifikasi (metode dan durasi).
Kedua, langsung hubungkan gap yang kamu temukan ke tujuan penelitian dan jelaskan kontribusi ilmiah serta praktisnya sehingga pembimbing dan pembaca mudah menangkap nilai penelitianmu. Praktik yang baik: setelah kalimat gap, tulis satu atau dua kalimat tujuan yang eksplisit yang menjawab gap tersebut — mis. “Tujuan penelitian ini adalah (1) mengukur laju difusi klorida pada beton agregat daur ulang di lokasi pesisir X selama 12 bulan, (2) membandingkan hasil uji laboratorium terakselerasi dengan monitoring lapangan, dan (3) mengembangkan rekomendasi campuran untuk menunda inisiasi korosi hingga >25 tahun.” Dari tujuan itu langsung turunkan klaim kontribusi: secara ilmiah (mis. menentukan koefisien difusi lokal, mengkalibrasi model numerik berdasarkan data lapangan) dan secara praktis (mis. rekomendasi mix-design untuk standar lokal, pedoman pemeliharaan atau desain drainase untuk perkerasan jalan di iklim tropis). Contoh kalimat kontribusi: “Secara ilmiah, penelitian ini menyumbang parameter difusi klorida khas beton daur ulang untuk kondisi pesisir tropis; secara praktis, hasil ini menghasilkan rekomendasi campuran dan jadwal perawatan yang dapat dipakai oleh dinas pekerjaan umum setempat.” Jangan lupa cantumkan batasan agar klaimmu realistis—mis. area studi, durasi monitoring, atau variasi sampel—sehingga novelty tidak terkesan dilebihkan. Intinya: gap → rumusan masalah → tujuan → metode → hasil yang dapat diukur → kontribusi (ilmiah & praktis). Kalau tiap langkah itu tersambung jelas dalam satu alur narasi di pendahuluan, pembaca langsung paham apa yang belum, apa yang kamu lakukan beda, dan kenapa itu penting.
Gimana nih, teman-teman? Sudah bisa dimengerti kan yah?
Jadi, menemukan dan merumuskan gap penelitian + kebaruan bukan sekadar tugas tambahan dalam skripsi. Ini adalah inti yang menentukan kekuatan penelitianmu. Dengan gap & novelty yang jelas, kamu bisa meyakinkan bahwa penelitianmu bukan cuma pengulangan, tapi punya kontribusi nyata ke ilmu pengetahuan atau ke praktik di lapangan.
Ingatlah: prosesnya bukan cepat, butuh banyak membaca, analisis kritis, dan terkadang diskusi dengan dosen pembimbing atau teman sejawat. Jangan buru-buru ambil topik, tanpa tahu “apa yang sudah ada” dan “apa yang belum”.
No comments:
Post a Comment
Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.