Thursday, August 28, 2025

5 Hal yang Wajib Kamu Perhatikan Saat Menyusun Tinjauan Pustaka Skripsi

Kalau kamu lagi berada di fase menulis skripsi, terutama bagian tinjauan pustaka, pasti tahu dong rasanya! Rasanya seperti lagi merayu internet biar kasih semua buku, jurnal, dan referensi kece yang kamu butuhin. Nah, sekilas memang terlihat sederhana, tinggal nulis ini itu dari sumber sana, tulis apa yang orang bilang, selesai. Tapi, nyatanya nggak sesimpel itu. Tinjauan pustaka itu punya tugas penting: kamu harus bisa menunjukkan apa yang sudah diteliti sebelumnya, apa gap-nya, dan gimana kamu bakal ngisi celah itu. Jadi, menyusun tinjauan pustaka perlu strategi, bukannya asal copy-paste loh.

Di artikel ini, aku bakal ajak kalian sambil ngobrol santai kayak dua teman ngopi tentang lima hal yang wajib banget kamu perhatiin pas nyusun tinjauan pustaka. Biar bukan cuma nulis dan capek-capekan, tapi juga efektif: bikin pembaca, dosen penguji sekalipun mengernyitkan alis sambil mikir “Wih, keren ini, paham banget nih orang ngelanjutin penelitian sebelumnya!” Yuk, kita mulai.

1. Tentukan Tujuan Tinjauan Pustaka dengan Jelas
Kalau kamu belum punya bayangan kenapa sih kamu baca dan tulis referensi ini, bisa-bisa tinjauan pustakamu jadi campur aduk. Ada teori A cuma numpang lewat, ada jurnal B cuma disitasi karena ada kata kunci, tapi akhirnya nggak jelas ngebantu kamu ngarah ke mana. Makanya, mulai dulu dengan bertanya: “Aku ingin menunjukkan pemahaman teori apa? Ingin nangkep gap riset di mana? Ingin ngejelasin landasan teoritis apa?” Setelah itu, baru deh seleksi literatur sesuai arah itu. Bukan cuma nyari sebanyak-banyaknya, tapi relevansi yang utama—bukan drama jumlah bukan pemahaman.
Contohnya di bidang Teknik Sipil, misalnya kamu lagi nyusun skripsi tentang “perbandingan kuat tekan beton normal dengan beton ramah lingkungan berbahan tambah abu sekam padi”. Tujuan tinjauan pustaka harus jelas dulu: apakah kamu mau memperlihatkan bagaimana penelitian terdahulu menilai penggunaan abu sekam padi sebagai substitusi semen, atau kamu mau menyoroti gap penelitian soal daya tahan jangka panjangnya? Dari situ, literatur yang kamu kumpulkan bisa lebih fokus: bukan sekadar ngumpulin semua teori tentang beton, tapi langsung mengerucut ke teori dasar beton, penelitian eksperimen beton ramah lingkungan, sampai standar SNI terkait. Dengan begitu, arah tinjauan pustaka jadi lebih tajam, bukan melebar ke mana-mana.

2. Pilih Sumber yang Kredibel dan Up-to-date
Bayangin kamu ngutip blog random tahun 2008 yang isinya cuma opini doang, terus kamu jadikan landasan akademik? Waduh, itu kayak minta ditertawain dosen. Pilih jurnal peer-reviewed, skripsi/tesis atau buku akademik, penelitian institusi yang kredibel. Jangan lupa cek juga tahun terbitnya: kalau di bidangmu cepat berubah (kayak teknologi, psikologi modern, metoda penelitian terbaru), konten dari 10–15 tahun lalu mungkin masih oke untuk teori klasik, tapi buat isu terkini ya kudu yang terbaru. Korelasikan dengan konteks skripsimu: misalnya kena pandemi, ya cari literatur post-2020 biar update.
Dalam konteks Teknik Sipil, contoh penerapan memilih sumber kredibel dan up-to-date bisa dilihat saat kamu meneliti topik “perencanaan struktur tahan gempa”. Kalau kamu pakai literatur lama sebelum adanya revisi standar SNI 1726:2019 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa, hasil penelitianmu bisa jadi kurang relevan dengan praktik lapangan sekarang. Jadi, selain mengutip teori klasik seperti konsep dasar dinamika struktur dari buku-buku lama, kamu juga wajib merujuk jurnal terbaru atau regulasi terkini yang sedang berlaku. Dengan begitu, tinjauan pustakamu bukan hanya kuat secara teoritis, tapi juga selaras dengan standar yang dipakai insinyur sipil saat ini.

3. Bikin Kerangka yang Logis (Thematic atau Kronologis)
Istilah kerennya “navigation system”, supaya pembaca nggak nyasar. Kamu bisa susun literatur berdasarkan tema (misalnya teori A, penelitian B-C, kritik terhadap penelitian sebelumnya, lalu penelitian terbaru) atau berdasarkan waktu (awal mula teori, perkembangan, studi mutakhir). Terapkan flow kayak cerita: “dulu orang berpikir X, lalu berkembang ke Y karena temuan Z, tapi ternyata masih ada yang belum dibahas sehingga aku mau lanjutin ke A.” Dengan begitu, tinjauan pustaka bukan sekadar daftar sitasi, tapi alur pemikiran yang mengarah ke pertanyaan atau hipotesis skripsimu.
Misalnya dalam bidang Teknik Sipil, saat menyusun tinjauan pustaka tentang analisis stabilitas lereng, kamu bisa bikin kerangka yang logis secara tematik. Mulai dulu dari teori dasar tanah dan gaya-gaya yang memengaruhi lereng, lalu lanjut ke metode analisis klasik seperti metode irisan Bishop atau Janbu, kemudian masuk ke penelitian terbaru yang menggunakan software numerik berbasis finite element. Dengan alur kayak gini, pembaca bisa ngikutin perjalanan pemikiran: dari teori lama, metode manual, sampai perkembangan terkini yang lebih canggih. Akhirnya, posisimu jadi jelas: kamu mau mengisi gap penelitian dengan membandingkan hasil metode klasik versus software modern untuk kondisi tanah tertentu.

4. Kritisi Sumber! Jangan Cuma Parafrase Mentah
Ini kuncinya: kamu harus tunjukin kamu bener-bener paham isinya, bukan cuma copy-paste atau parafrase literal. Coba bandingkan satu penelitian dengan yang lain. Kira-kira apa persamaannya? Apa bedanya? Validitasnya gimana? Sampel dan metodenya cukup kuat? Ada bias? Kalau kamu bisa menyebut “Penelitian X punya kelemahan karena sampelnya cuma 30 orang, sedangkan Penelitian Y dengan 200 peserta menunjukkan hasil berbeda”. Itu baru bernarasi, bukan cuma narasi “secara umum peneliti A menyatakan…”. Ini juga tunjukin kualitas akademik kamu; review bukan sekadar input-output, tapi argumentatif, reflektif, bahkan sedikit skeptis (dengan cara sopan, akademik, jelas).
Sebagai contoh di Teknik Sipil, katakanlah kamu lagi menulis skripsi tentang kinerja campuran aspal dengan bahan tambah plastik daur ulang. Di tinjauan pustaka, jangan cuma nyebutin “Penelitian A menyatakan campuran ini meningkatkan stabilitas Marshall, sedangkan penelitian B menyatakan hasilnya sama saja.” Lebih kritis lagi, coba analisis: apakah perbedaan hasil itu karena metode pengujian yang dipakai berbeda, kadar plastik yang digunakan tidak sama, atau mungkin kondisi iklim dan lalu lintas di lokasi penelitian yang nggak seragam. Dengan cara begitu, kamu bukan sekadar merangkum hasil penelitian, tapi juga menunjukkan kemampuan analisis kritis terhadap kualitas dan konteks penelitian sebelumnya. Itu bakal bikin tinjauan pustakamu lebih bernilai.

5. Jaga Keterpaduan dan Hindari Plagiarisme
Tinjauan pustaka yang baik itu nyambung, bukan patchwork dari kutipan-kutipan yang disambung sambil harap-harap cemas bisa nyatu. Gunakan transition words seperti “selain itu”, “di sisi lain”, “namun”, “oleh karena itu”. Usahakan tulisanmu punya “napas”: dari satu ide nyambung ke ide berikutnya. Sekaligus, pastikan pencantuman referensi sesuai gaya (APA, MLA, Harvard, atau gaya kampusmu) dan hindari plagiarisme: paraphrase dengan kata-kata sendiri dan tetap cantumkan sumber, atau kalau kutipan langsung ya dalam tanda kutip dengan halaman. Ini bukan cuma soal kejujuran akademik, tapi juga menjaga citra intelektual dirimu.
Dalam bidang Teknik Sipil, contoh menjaga keterpaduan dan menghindari plagiarisme bisa kamu terapkan saat menyusun tinjauan pustaka tentang perencanaan drainase perkotaan. Misalnya, kamu mengutip penelitian yang membahas kapasitas saluran drainase di Jakarta, lalu menyambungkannya dengan studi lain tentang metode simulasi hidrologi di Surabaya. Alih-alih hanya menempelkan dua ringkasan, kamu bisa bikin transisi halus dengan menekankan persamaan masalah. Misalnya sama-sama menghadapi curah hujan ekstrem serta perbedaan pendekatan. Kemudian, tuliskan dengan bahasamu sendiri tanpa sekadar menyalin kalimat dari jurnal. Jangan lupa tetap mencantumkan sumber dengan format sitasi yang konsisten. Hasilnya, tulisanmu terasa mengalir, lebih mudah dipahami, dan tetap aman secara akademik.

Oke, itulah lima hal yang menurutku wajib banget kamu perhatikan waktu menyusun tinjauan pustaka, yaitu dari niat awal, seleksi sumber, struktur narasi, hingga kritik intelektual dan penyajian yang rapih serta jujur. Yang penting, kamu bukan cuma nyusun artikel tentang teori dan penelitian sebelumnya, tapi juga menampilkan siapa kamu sebagai peneliti: kritis, peduli detail, tahu konteks, dan punya kapasitas merumuskan gap dan solusi.

Ingat, bagian tinjauan pustaka itu semacam fondasi rumah skripsimu. Kalau fondasinya kuat, struktur tulisanmu bakal stabil. Jadi jangan buru-buru buru, ambil waktu untuk baca kritis, pilih sumber dengan cermat, struktur relevant arguments, dan tulis dalam aliran kalimat yang enak dibaca tapi tetap akademik. Tapi ya nggak usah terlalu kaku juga, karena kamu pengen pembaca (terutama dirimu sendiri dan dosen pembimbing) merasa diajak ngobrol, bukan diajak ngebeteinn skripsi.

Semangat nulis, dan selamat membangun tinjauan pustaka yang bukan cuma lengkap tapi juga meaningful yah guys!

No comments:

Post a Comment

Give your positive comments.
Avoid offensive comments.
Thank you.