Discovery learning (temuan) mengacu pada situasi pembelajaran, upaya
siswa mencapai tujuan pembelajaran dengan bimbingan yang sangat
terbatas atau tanpa bimbingan sama sekali oleh guru. Metode discovery
adalah suatu prosedur pembelajaran yang menekankan pada belajar mandiri,
memanipulasi obyek, melakukan eksperimen atau penyelidikan dengan
siswa-siswa lain sebelum membuat generalisasi. Metode discovery
memberikan kesempatan secara luas kepada siswa dalam mencari, menemukan,
dan merumuskan konsep-konsep dari materi pembelajaran
Metode penemuan adalah cara penyajian pelajaran yang banyak melibatkan
siswa dalam proses-proses mental dalam rangka penemuannya. Menurut Sund
(Sudirman N, 1992 ), discovery adalah proses mental, dan dalam proses
itu individu mengasimilasi konsep dan prinsip-prinsip. Tiga ciri utama
belajar menemukan yaitu:
(1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
(2) berpusat pada siswa;
(3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Inquiry learning adalah salah satu metode pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai
sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry
(1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry
merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk
menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin
tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan
keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman
untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).
Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih
tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam
“melakukan” Sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan
tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk
memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses
berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil
dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).
Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti
dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains dan
Matematika (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode
inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan
pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan
pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat
disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap
keilmiahan dalam diri siswa.
Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan
dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses
pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan
kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan
sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan
metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru
adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk
dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan
dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber
belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan
pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan
siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).
Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat
beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat
disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen
yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).